Minggu, 20 Mei 2018

Sunnahnya Mengakhirkan Sahur & Bid'ahnya Imsak

Allah ta'ala berfirman:

وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر

“Dan makanlah kalian dan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu sinar fajar.” (Al-Baqoroh: 187)

Syaikh Al-'Allamah Abdurrohman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan:

هذا غاية للأكل والشرب والجماع، وفيه أنه إذا أكل ونحوه شاكا في طلوع الفجر فلا بأس عليه. وفيه: دليل على استحباب السحور للأمر، وأنه يستحب تأخيره أخذا من معنى رخصة الله وتسهيله على العباد

“Waktu fajar adalah batas waktu bagi makan, minum serta berjima’ (berhubungan suami isteri). Demikian pula apabila seseorang makan atau minum dengan perasaan ragu dari terbitnya fajar, maka hal tersebut tidaklah mengapa. Dalam ayat ini ada dalil yang menunjukkan sunnahnya bersahur sebelum berpuasa. Karena kalimat dalam ayat tersebut konteksnya perintah (makanlah, -pent). Dan disunnahkan pula untuk menunaikan sahur dengan cara mengakhirkannya. Itu sebagai keringanan dari Allah dan kemudahan bagi hamba-Nya.” (Taisirul Karimirrohman fi Tafsir Kalamil Mannan)

Al-Hafidzh Ibnu Katsir Al-Qurosyi Asy-Syafii dalam tafsir beliau membawakan sanad dari Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami Hushoin, dari Asy-Sya’bi, telah mengabarkan kepadaku ‘Adi bin Hatim dia berkata:

“Tatkala ayat ini turun, “Dan makanlah kalian dan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu sinar fajar.” Aku siapkan dua tali, salah satunya berwarna hitam dan yang lain berwarna putih. Lalu aku letakkan keduanya di bawah bantalku. Di setiap saat kegelapan malam aku melihat keduanya, namun belumlah jelas bagiku mana benang yang hitam dan mana benang yang putih sampai di pagi hari aku bertemu Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dan aku sampaikan kepada beliau tentang apa yang aku perbuat. Maka beliau menjelaskan, “Hanyalah yang dimaksud putih di ayat itu ialah siang dan hitamnya adalah malam.” (HR. Ahmad 4/377)

Al-Hafidzh Ibnu Katsir berkata, hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dengan jalur periwayatan yang berbeda. Selanjutnya Ibnu Katsir membawakan riwayat-riwayat terkait sahur sebagai berikut:

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya pembeda antara puasa kita dengan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim 1096)

“Makan sahur itu barokah maka janganlah kalian tinggalkan meski salah seorang dari kalian hanya minum dengan seteguk air, karena Allah dan para malaikat-Nya bersholawat atas orang-orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad 3/44)

“Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.” (HR. Ahmad 5/172 - Tafsir Ibnu Katsir - Surat Al-Baqoroh 187)

Adapun yang dimaksud akhir sahur batas waktunya ialah ketika terbit fajar yang berwarna merah dan membentang secara horizontal di ufuk sebelah timur atau yang disebut dengan "fajar shodiq". Sebagaimana dalam riwayat At-Tirmidzi yang dinilai hasan shohih oleh Syaikh Al-Albani dari Tholq bin ‘Ali rodhiyallahu ‘anhu (Shohih Abi Dawud 2033)

Al-Imam At-Tirmidzi menegaskan bahwa pengamalan hadits Tholq bin ‘Ali tersebut menurut para Ulama yaitu tidak dilarang bagi orang yang hendak berpuasa dia makan dan minum sahur sampai terbitnya fajar yang berwarna merah yang membentang secara horizontal di ufuk sebelah timur. Ini adalah pendapat keumuman para Ulama." (Sunan At-Tirmidzi 705)

Namun bagaimana apabila baru makan sahur ternyata fajar terbit dan adzan berkumandang? Jawabannya, ada khilaf di antara Ulama, pendapat yang lebih kuat boleh meneruskan makan sahurnya sesuai kebutuhan dan ini termasuk rukhshoh (keringanan) syariat. Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan sedang bejana air minum masih ada di tangannya maka janganlah dia letakkan bejananya itu sampai dia selesaikan hajatnya.” (HR. Abu Dawud - Silsilah Ash-Shohihah" 1394)

Dari Abu Umamah, "Sholat telah ditegakkan (iqomah) sedang bejana masih di tangan 'Umar. Dia bertanya kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, "Bolehkah aku meminumnya?” Beliau menjawab, “Ya”. Maka 'Umar meminumnya.” (Riwayat Ibnu Jarir 3/527 3017 dengan dua jalan - "Silsilah Ash-Shohihah" 1394)

Dari Hibban bin Al-Harits, “Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Tholib, setelah kami selesai makan sahur maka 'Ali menyuruh mu'adzdzinnya untuk menegakkan sholat (iqomah).” (Riwayat Ath-Thohawi dalam "Syarhul Ma’ani" 1/106 dan Al-Mukhlis dalam "Al-Fawa'id Al-Muntaqo 8/11/1 - "Silsilah Ash-Shohihah" 1394)

Sahl bin Sa’ad mengakhirkan sahurnya hingga berdekatan dengan waktu sholat, "Aku makan sahur bersama keluargaku, lalu aku segera bergegas menuju masjid agar aku dapat bersujud (pada rokaat pertama sholat shubuh) bersama Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam.” (HR. Al-Bukhori 1786)

Dengan demikian ketentuan imsak yaitu menahan diri dari makan dan minum beberapa saat sebelum terbitnya fajar adalah perkara yang diada-adakan oleh orang belakangan. Ketentuan imsak tersebut jelas-jelas menyelisihi firman Allah dan tuntunan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam maupun praktek para Shohabat. Para Ulama juga menegaskan ketentuan imsak tergolong sikap berlebih-lebihan dalam beragama meski dilakukan untuk hati-hati.
_____________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar