Selasa, 13 Februari 2018

Benarkah Al-Imam An-Nawawi, Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-'Asqolani, Al-Imam Al-Baihaqi Para Ulama Asy'ariyyah?

Benarkah Imam Nawawi, Ibnu Hajar, Al-Baihaqi adalah para Ulama yang beraqidah Asy'ariyyah? Mohon penjelasannya ustadz jazakallahu khairan.

Jawab: Sebelum masuk pada kesimpulan kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan Asy'ariyyah?

Asy'ariyyah adalah aliran pemahaman yang dinisbatkan kepada seorang ulama tersohor bernama Ali bin Isma'il bin Ishaq bin Salim bin Isma'il bin Abdillah bin Musa bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy'ari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abul Hasan Al-Asy'ari. 

Beliau lahir pada tahun 260 hijriyah dan wafat tahun 324 hijriyah. Dan nasab beliau sampai kepada salah seorang shohabat Nabi Abu Musa Al-Asy'ari yang berasal dari negeri Yaman. 

Al-Hafidzh Ibnu Katsir Asy-Syafii dalam "Thobaqot Asy-Syafi'iyyah" menyebutkan, "Bahwa Abul Hasan Al-Asy'ari dalam perjalanan hidupnya mengenyam tiga fase pemahaman:

Fase pertama, mengambil madzhab mu'tazilah yang menolak sifat-sifat Allah.

Fase kedua, menetapkan tujuh sifat yaitu al-'ilmu, al-hayat, al-qudroh, al-irodah, as-sam'u, al-bashor, al-kalam, namun mentahrif (makna) khobar tentang Wajah, Dua Tangan, Kaki dan yang lainnya.

Fase ketiga, merujuk kepada kebenaran dengan menetapkan semua sifat-sifat Allah tanpa takyif (menanyakan bagaimananya), tanpa tamtsil (menyerupakannya dengan makhluk), menyikapinya sebagaimana manhaj Salaf."

Pendek kata, beliau menganut madzhab mu'tazilah pada fase pertama, mengusung madzhab asy'ariyyah yang diadopsi dari kullabiyyah pada fase kedua, dan rujuk mengikuti manhaj Salaf Ahlussunnah dan meninggalkan bid'ah mu'tazilah dan bid'ah kullabiyah yang pernah dianutnya pada fase ketiga.

Al-Imam Adz-Dzahabi Asy-Syafii dalam kitabnya "Al-'Uluw Lil 'Aliyyil Ghoffar" menegaskan, "Dulunya Abul Hasan Al-Asy'ari mengikuti madzhab mu'tazilah yang diambil dari Abu Ali Al-Jubba'i. Kemudian beliau tinggalkan madzhab tersebut dan membantahnya maka beliau menjadi sosok yang alim mengajak orang kepada sunnah Nabi ﷺ  sebagaimana yang ditempuh oleh para ulama ahli hadits." 

Adapun para ulama yang ditanyakan seperti An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Asqolani, Al-Baihaqi mereka semua adalah para imam Ahlissunnah yang berjalan di atas manhaj dan aqidah Salaf. Setinggi apapun keilmuan dan ketaqwaan para ulama tidak menjamin mereka selamat dari kesalahan. Tidak ada yang ma'shum selain Rosulullah ﷺ.

Kesalahan mereka dalam hal tahrif makna sifat adalah murni produk ijtihad mereka yang tidak boleh dijadikan pembenaran karena menyelisihi dalil dan menyelisihi kesepakatan para Salaf dari kalangan shohabat, tabiin, tabiit tabiin. 

Begitupula para Ulama yang datang setelahnya seraya membantah bid'ah asy'ariyyah tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari sendiri pada akhir fase perjalanan ilmiyahnya.

Kendati demikian, kesalahan ijtihad dalam masalah tahrif itu tidak menjadikan Al-Imam An-Nawawi, Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqolani, Al-Imam Al-Baihaqi digolongkan termasuk ulama asy'ariyyah.

Sebab mereka juga menyelisihi pokok-pokok madzhab asy'ariyyah yang lain karena mengikuti Salaf seperti dalam masalah iman, taqdir, perkara yang wajib pertama kali bagi mukallaf. Begitupula wala' (loyalitas) mereka kepada sunnah dan Ahlussunnah, serta baro' (antipati) mereka dari bid'ah dan ahli bid'ah. 

Kita lihat apa yang dikatakan oleh Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam muqoddimah "Fat-hul Bari" yang menunjukkan jalan yang beliau tempuh adalah jalannya Salaf. Beliau berkata, “Tidak sepantasnya bagi seseorang mendengar bantahan ahlul bid’ah atas ahlul bid’ah yang lain.” 

Semua ini fakta yang membuktikan bahwa mereka adalah para ulama yang berjalan di atas manhaj dan aqidah Salaf meski ada kesalahannya.

Semoga Allah merahmati mereka semua dengan rahmat yang luas, jazaahumullah khoirol jaza'.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar