Rabu, 31 Januari 2018

Menjawab Dimana Allah?

Satu-satunya jalur informasi yang paling akurat untuk menjawab pertanyaan dimana Allah adalah pemberitaan Allah sendiri dalam Al-Qur’an was Sunnah dengan bimbingan Salafussholih.

Allah berfirman, “Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia tinggi berada di atas ‘Arsy-Nya, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya, dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 4)

Para Ulama menjelaskan, kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya tidaklah menafikan ketinggian Allah berada di atas ‘Arsy-Nya. Sebab ilmu Allah meliputi segala sesuatu sehingga Dia mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya tidaklah bermakna percampuran, menyatu dengan hamba-Nya, maupun persekutuan. Akan tetapi, kebersamaan Allah yang dimaksud adalah dengan ilmu-Nya, dan hal ini telah disepakati oleh para Shohabat, Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in. (Al-‘Aqidah Al-Washitiyyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Allah berfirman, “Bukankah Aku telah mengatakan kepada kalian sesungguhnya Aku Mahamengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku mengetahui yang kalian nampakkan dan yang kalian sembunyikan.” (Al-Baqoroh: 33)

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah menguji seorang budak wanita, “Dimana Allah?” Dia menjawab, “Di atas langit”. Beliau bertanya lagi, “Siapa aku?” ia menjawab, “Engkau adalah Rosulullah.” Beliau berkata, “Merdekakanlah dia karena dia seorang Mukminah.” (HR. Muslim 537)

Al-Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan dari Abu Muthi’ Al-Hakam bin Abdillah Al-Balkhi (penyusun kitab "Al-Fiqhul Akbar") berkata, “Aku pernah bertanya pada Abu Hanifah tentang perkataan seseorang, “Aku tidak mengetahui dimanakah Robbku, di langit atau di bumi?” Maka Abu Hanifah menjawab:

قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سموات

“Sungguh telah kafir orang yang berkata seperti itu, karena Allah ta’ala berfirman, “Allah tinggi berada di atas ‘Arsy-Nya”, dan ‘Arsy Allah berada di atas langit (ke tujuh).” (Al-‘Uluw hal.135)

Abdullah bin Nafi’ berkata, Imam Malik bin Anas berkata:

الإيمان قول وعمل ويقول كلم الله موسى وقال مالك الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء

“Iman adalah perkataan dan perbuatan, dan Allah berbicara kepada Musa. Dan Malik juga berkata, Allah berada di atas langit dan ilmu-Nya meliputi setiap tempat, tidak ada sesuatupun yang luput dari-Nya.” (Riwayat Abdullah bin Ahmad dalam “As-Sunnah” hal. 280 no. 532)

Al-Imam Al-Baihaqi dengan sanadnya menyebut manuskrip yang dibacakan oleh Syaikh Abu Bakr Ahmad bin Ayyub bahwa madzhab Ahlussunnah:

الرحمن على العرش استوى بلا كيف والآثار عن السلف في مثل هذا كثيرة وعلی هذه الطريق يدل مذهب الشافعي رضي الله عنه وإليها ذهب أحمد بن حنبل والحسين بن الفضل البجلي ومن المتأخرين أبو سليمان الخطابي

“Allah tinggi berada di atas ‘Arsy-Nya, tanpa menanyakan bagaimana hakikatnya. Dan atsar dari Salafussholih terkait hal ini sangatlah banyak. Dan berada di atas jalan inilah madzhab Asy-Syafii rodhiyallahu ‘anhu, madzhab Ahmad bin Hanbal, Al-Husain bin Al-Fadhl Al-Bajali serta para Ulama muta’akkhirin semisal Abu Sulaiman Al-Khotthobi.” (Al-Asma’ was Shifat 2/308)

Maka meyakini Allah ada dimana-mana, menyatu dengan manusia, ada di dalam hati adalah keyakinan batil yang menyelisihi dalil Al-Qur’an was Sunnah serta ijma’ Salaf. Keyakinan yang benar adalah Allah berada di atas langit ke tujuh tinggi di atas ‘Arsy-Nya. Inilah aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah.

Mungkin setelah ini muncul pertanyaan dibenak orang kalau begitu Allah bertempat? Jawabannya, jika tempat yang dimaksud adalah tempat yang dibatasi oleh langit, bumi dan makhluk-Nya maka itu mustahil, karena Allah adalah Al-Kholiq (Pencipta) tidak mungkin dibatasi oleh al-makhluq (ciptaan-Nya), bahkan Kursi Allah saja meliputi langit dan bumi.

Adapun jika “tempat” yang dimaksud itu di luar ciptaan-Nya yakni “tempat” yang kita tidak mengetahui hakikatnya maka inilah yang benar. Yaitu “tempat” sebelum Allah menciptakan makhluk-Nya. Silakan merujuk pada keterangan Al-Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya “Al-‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar”. 

Allah Tanpa "Arah"?

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata dalam “Al-Qoshidah An-Nuniyyah”:

كل الجهات بأسرها عدمية *** في حقه هو فوقها ببيان

“Setiap arah tidaklah berlaku bagi Allah *** Pada hakikatnya Dia berada di atasnya berdasarkan penjelasan.”

قد بان عنها کلها فهو المحيط *** ولا يحاط بخالق الأكوان

“Telah jelas bahwa Dia meliputi segala sesuatu *** Dan tidak ada yang dapat meliputi Allah Pencipta semesta alam.” (1/222)

Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz bin Mani’ berkata, “Arah yang enam yang membatasi makhluk tidak berlaku bagi Allah, karena Allah berada di atas ke enam arah tersebut (yakni tinggi di atas ‘Arsy-Nya).” (Hasyiyah Al-‘Aqidah At-Thohawiyyah)

Artinya “Arah” Allah sesuai dengan keagungan-Nya tidak serupa dengan apapun. Sedangkan arah makhluk terkungkung oleh ruang dan waktu karena arah juga termasuk makhluk.

Maka jangan diserupakan “arah”-Nya Allah dengan arahnya makhluk. Allah punya sifat “Ada”, makhluk juga punya sifat ada, namanya sama “ada”, akan tetapi Ada-Nya Allah tidak sama dengan ada-nya makhluk. Maka “arah” Allah di “atas” arahnya makhluk, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Allah Mahatinggi di atas ‘Arsy-Nya.

Orang-orang Syiah Rofidhah dan Asy’ariyyah meyakini Allah tanpa “arah”, alasan mereka bila menetapkan hal itu sama saja menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Jadi menurut mereka, Allah ada dimana-mana, di segala tempat, Mahasuci Allah atas apa yang mereka dakwakan. 
_______________

Fikri Abul Hasan


0 comments:

Posting Komentar