Minggu, 05 November 2017

"Ana Khoirun Minhu" (Saya Lebih Baik Daripada Dia)?

Standar kebenaran dalam berislam adalah mengikuti cara beragama Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat, sebagaimana sabda beliau tentang golongan yang selamat di antara umatnya tatkala terjadi fitnah:

ما أنا عليه وأصحابي 

"(Mereka yang selamat adalah) orang-orang yang berjalan di atas apa yang aku dan para Shohabatku jalani.” (HR. At-Tirmidzi 2565)

Inilah manhaj Salaf. Siapapun orangnya tidak dilarang merasa benar selama kebenaran yang diikutinya itu dapat dipastikan secara ilmiyyah sebagai kebenaran. Yang tercela bila merasa benar namun di atas kejahilan, ikut-ikutan, bahkan menyelisihi sunnah Nabi shollallahu 'alaihi wasallam. 

Merasa benar juga tidak melazimkan seseorang merasa lebih baik, lebih suci, paling bertaqwa, pemegang kunci surga. Merasa benar dan merasa lebih baik adalah dua hal yang berbeda. Walhasil jika Anda dikritik oleh manhaj Salaf lantaran terbukti menyelisihi kebenaran, maka jangan Anda picik menyebut orang yang mengkritik dengan tudingan merasa lebih baik, "ana khoirun minhu" (saya lebih baik daripada dia), seperti yang dinyatakan Iblis terhadap Adam.

Camkan nasehat pendahulu umat ini, imamnya ahli hadits, Al-Imam Auza'i (157 H) rohmatullah 'alaih:

عليك بالأثر وإن رفضك الناس وإياك وأراء الرجال وإن زخرفوه بالقول فإن الأمر ينجلي وأنت فيه على طريق مستقيم

“Wajib atas engkau berpegang dengan atsar (cara beragama Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat) sekalipun orang-orang menolakmu. Hati-hatilah engkau dari logika dalam beragama meskipun mereka menghiasinya dengan berbagai omongan. Karena perkara agama ini telah sangat jelas dengan atsar dan jika engkau beragama atas dasar atsar itu, maka engkau telah berjalan di atas jalan yang lurus.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah - Al-Imam Ibnu Muflih 2/70)
________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar