Senin, 30 Oktober 2017

Wajib Mengikuti Manhaj Salaf

Para Shohabat Nabi, para Tabi’in dan Tabi’it tabi’in adalah pendahulu kaum Muslimin yang telah Allah puji kesholihannya secara ilmiyyah dan amaliyyah. Hal ini merupakan sebesar-besar keutamaan dari Allah berkat ilmu yang mereka warisi dan kesungguhan mereka dalam mendampingi ilmunya dengan pengamalan yang benar. 

Kenyataan tersebut menjadi alasan yang kuat mengapa kaum Muslimin diperintah mengikuti jejak para pendahulunya yang sholih dan dilarang menyelisihinya. Al-Imam Malik bin Anas Al-Ashbahi berkata: 

لا يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها

“Tidak akan menjadi baik nasib akhir umat ini, melainkan dengan apa yang telah memperbaiki generasi awalnya.” (Tanqihut Tahqiq 2/423 - Al-Hafidzh Ibnu Abdil Hadi) 

Apa yang memperbaiki generasi pertama umat ini? Jawabannya adalah Al-Qur’an was Sunnah dengan pemahaman yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Salafussholih.

Kewajiban Mengikuti Manhaj Salaf dalam Beragama

Manhaj secara bahasa maknanya sistem pemahaman atau cara beragama. Sedangkan Salaf adalah ringkasan dari kata Salafussholih. Jadi Manhaj Salaf itu pengertiannya pemahaman atau cara beragama yang diajarkan oleh para pendahulu yang sholih dari kalangan Shohabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’it tabi’in. Allah berfirman: 

وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَي

“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15)

Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menjelaskan, "Semua Shohabat Nabi adalah orang-orang yang kembali kepada Allah, maka wajib mengikuti jalan mereka, perkataan mereka, serta aqidah mereka. Dan aqidah mereka adalah yang paling penting untuk diikuti dari jalan mereka.” (I’lamul Muwaqqi’in 2/393)

Maka kita diperintah oleh Allah untuk mengikuti jalannya para Shohabat Nabi dalam beragama. Allah juga telah memperingatkan kita dari  bahayanya menyelisihi jalannya para Shohabat dan mengancamnya dengan neraka. Allah berfirman: 

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rosul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti selain jalannya orang-orang Mukmin (para Shohabat Nabi). Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115)

Allah juga telah memberitakan bahwa keridhoan-Nya bersama orang-orang yang mengikuti jalannya para Shohabat dan menjanjikan pahala yang besar. Allah berfirman: 

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Dan para pendahulu yang pertama kali (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin (para Shohabat yang hijrah ke Madinah) dan Anshor (para Shohabat yang menjadi penduduk asli kota Madinah) dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam beriman dan beramal dengan sebaik-baiknya. Allah telah ridho kepada mereka dan merekapun juga telah ridho kepada Allah. Dan Allah telah menjanjikan bagi mereka itu taman-taman surga yang mengalir di bawah taman-taman itu sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." (At-Taubah: 100)

Allah telah mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan para Shohabat Nabi dengan ancaman neraka, sebagaimana Allah menjanjikan surga dan keridhoan-Nya bagi orang-orang yang menempuh jalannya para Shohabat. (Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah hal. 46)

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam juga telah memerintahkan umatnya untuk mengikuti jejak beliau dan para Khulafa’ur Rosyidin manakala melihat percekcokan pemahaman yang terjadi sepeninggal beliau shollallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda:

“Barangsiapa yang masih hidup sepeninggal aku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian (ketika melihat perselisihan itu) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’ur Rosyidin Al-Mahdiyyin sepeninggalku, gigitlah ia (sunnah-sunnah itu) dengan gigi-gigi gerahammu, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama (bid’ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud 4607, At-Tirmidzi 2676 dan beliau berkata “Hadits Hasan Shohih”, Syaikh Al-Albani menshohihkannya dalam "Shohihul Jami’" 2546)

Gigitlah sunnah-sunnah itu yakni sebagai ungkapan berpegang kuat dengan sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khulafa’ur Rosyidin. Selama sunnah para Khulafa’ tersebut mencocoki sunnah Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, maka wajib berpegang teguh dengannya. Karena hal itu adalah jaminan keselamatan dari fitnah perselisihan yang terjadi sepeninggal Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam. 

Lebih tegas lagi Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyatakan tentang keadaan umatnya dalam sabda beliau: 

وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي  النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Sesungguhnya bani Isroil telah terpecah menjadi tujuhpuluh dua aliran agama dan umatku akan terpecah menjadi tujuhpuluh tiga golongan. Semuanya di neraka kecuali satu golongan aliran pemahaman saja yang selamat dari neraka.” Para Shohabat bertanya kepada Nabi, “Siapakah golongan yang  selamat itu wahai Rosulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu golongan yang berjalan pada apa yang aku dan para Shohabatku jalani.” (HR. At-Tirmidzi 2565)

Maka fitnah perpecahan dan percekcokan pemahaman yang menimpa kaum Muslimin hanya dapat diselesaikan dengan menempuh cara beragamanya Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dan para Shohabat beliau rodhiyallahu ‘anhum. Dan orang-orang yang beragama dengan cara seperti ini yang dikatakan sebagai "Al-Firqotun Najiyah" (golongan yang selamat).

Al-Imam Al-Auza’i menasehatkan: 

عَلَيْكَ بِاْلأَثَرِ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ وَإِيَّاكَ وَآَرَاءَ الرِّجَالَ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ بِالْقَوْلِ فَإِنَّ اْلأَمْرَ يَنْجَلِيْ وَأَنْتَ فِيْهِ عَلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ

“Wajib atas engkau untuk berpegang dengan atsar sekalipun orang-orang menolakmu. Hati-hatilah engkau dari logika dalam beragama meskipun mereka menghiasinya dengan berbagai omongan. Karena perkara agama ini telah sangat jelas dengan atsar dan engkau bila beragama atas dasar atsar itu, maka engkau akan berjalan di atas shirathal mustaqim (yakni jalan yang lurus).” (Al-Adabus Syar’iyyah 2/70)

Kendati demikian, tidaklah berarti kita mengultuskan para Shohabat sebab mereka bukanlah pribadi yang ma’shum (terjaga dari kesalahan). Akan tetapi, para Shohabat adalah orang-orang yang adil dan terpercaya, dan telah mendapat rekomendasi kesholihan ilmu maupun amal. Bahkan kesepakatan mereka dijamin oleh Nabi shollallahu 'alaihi wasallam sebagai kesepakatan yang mutlak kebenarannya.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar