Jumat, 22 September 2017

Tabayyun dalam Pemberitaan

Allah berfirman:

ياأيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Al-Hujurot: 6)

Banyak dari kalangan mufassirin (ahli tafsir) menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Al-Walid bin 'Uqbah bin Abi Mu'ith yang diutus oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam untuk menarik zakat orang-orang Bani Al-Mustholiq. Singkat cerita, setelah Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam menetapkan waktu pengambilan zakat, utusan beliau tak kunjung datang, maka Al-Harits bin Dhiror bersama kaumnya (Bani Al-Mustholiq) bertolak hendak mendatangi Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam. Di tengah jalan Al-Walid melihat dari kejauhan dan menduga bahwa Bani Al-Mustholiq akan menyerang kaum Muslimin dan menduga mereka menolak membayar zakat. Dilaporkanlah hal itu kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam, maka beliaupun marah mendengarnya dan ingin menyerang, namun tak lama berselang datanglah utusan Bani Al-Mustholiq mengklarifikasi atas apa yang terjadi dan turunlah firman Allah surat Al-Hujurot ayat keenam ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/209)

Kisah ini terkandung di dalamnya pelajaran berharga agar tidak tergesa-gesa membenarkan berita yang datang dari orang fasiq sampai dia tabayyun (memeriksa dengan teliti) keabsahannya. Karena orang yang fasiq pada asalnya jika bicara dia berdusta, namun adakalanya berlaku jujur, sehingga ucapannya tidak bisa langsung diterima. Begitupula dengan pemberitaan yang tersebar di dunia maya yang tidak diketahui sumbernya, terkadang gambarnya benar namun pemberitaannya salah. 

Ayat ini juga sebagai dalil bahwa pemberitaan orang yang jujur bisa langsung diterima, kecuali ada qorinah (indikasi) yang menunjukkan sebaliknya. Sebab itu para Salaf menerima riwayat dari orang yang jujur meski dia seorang ahli bid'ah. Perlu diingat, menerima kebenaran tidak sama dengan belajar. Menerima kebenaran bisa dari siapa saja, sedangkan menuntut ilmu hanya dari orang-orang yang dikenal baik manhajnya, aqidahnya serta istiqomah di atas sunnah.

Maka berhati-hatilah menebar berita di masa fitnah seperti sekarang, periksa dan teliti, sekalipun benar tidak ada kemestian untuk langsung diutarakan. Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam:

كفى بالمرء كذبا أن يحدث بكل ما سمع

“Cukuplah seorang dikatakan telah berdusta ketika dia menyampaikan berita apa saja yang dia dengar.” (HR. Muslim no. 5)

Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafii berkata:

فمعناه أنه حدث بكل ما سمع كثر الخطأ فى روايته فترك الاعتماد عليه والاخذ عنه

“Seseorang bila menceritakan segala yang dia dengar, maka akan terjadi banyak kesalahan dalam periwayatan, sehingga orang seperti ini perkataannya tidak bisa menjadi rujukan dan tidak lagi diambil beritanya.” (Syarh Shohih Muslim 1/69)

Fikri Abul Hasan

Telegram Channel
https://t.me/manhajulhaq

0 comments:

Posting Komentar