Selasa, 08 Agustus 2017

Benarkah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Suka Mengkafirkan Kaum Muslimin?

Persoalan takfir (memvonis kafir) adalah hak Allah dan Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wasallam. Hukumnya kembali kepada dalil-dalil Al-Qur'an was Sunnah. Sebab itu tidak seorangpun dari kaum Muslimin boleh divonis kafir kecuali setelah ada dalil yang membuktikan kekafirannya. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

أيما رجل قال لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما إن كان كما قال وإلا رجعت عليه

"Siapa yang berkata kepada saudaranya, "Wahai kafir”, maka akan terkena salah satunya. Jika ucapannya itu benar maka benar, dan jika tidak, maka akan kembali kepada yang mengucapkannya." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Selain itu, pengkafiran juga memiliki syarat-syarat yang harus diperhatikan serta terangkatnya penghalang-penghalang sebelum vonis dijatuhkan. Syaratnya antara lain bahwa si pelaku menyadari atas perkataan atau perbuatan kufur yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan penghalang adalah kejahilan yakni pelakunya betul-betul tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu adalah kekufuran.

Di sinilah poin utama yang membedakan manhaj Ahlussunnah dengan manhaj Khowarij dan Murji'ah dalam masalah takfir. Manhaj Ahlussunnah pertengahan tidak ifroth (melampaui batas) seperti kaum Khowarij, dan tidak tafrith (bermudah-mudahan) seperti kaum Murji'ah. Manhaj pertengahan inilah yang diikuti oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab yang acapkali dilabeli dengan istilah "Wahhabi". Kendati demikian, masih saja beliau diklaim sebagai sosok yang gampang mengkafirkan atau terpengaruh oleh pemikiran Khowarij.

Berikut kami bawakan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab yang sesungguhnya agar para pembaca mengetahui bahwa beliau adalah orang yang sangat hati-hati. Beliau berkata:

ولا نكفِّر إلا ما أجمع عليه العلماء كلهم، وهو الشهادتان ، وأيضاً نكفِّره بعد التعريف ، إذا عرف وأنكر

"Dan tidaklah kami memvonis kafir kecuali dalam perkara yang telah disepakati oleh para Ulama seluruhnya, yaitu dua kalimat syahadat. Dan juga kami memvonis kafir setelah memberikan penjelasan yakni apabila dia telah mengetahui namun tetap mengingkarinya." (Ad-Durorus Saniyyah 1/102)

Perkataan beliau di atas terkait rukun Islam yang lima. Para Ulama berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang meninggalkan empat rukun (sholat, zakat, puasa, haji) lantaran malas meski tetap diyakini kewajibannya. Akan tetapi dalam hal dua kalimat syahadat, para Ulama telah berijma' (bersepakat), bahwa orang yang meninggalkannya akan menjerumuskan dirinya ke dalam kekafiran. Dua kalimat syahadat yaitu syahadat tauhid yang lawannya adalah kesyirikan, dan syahadat tho'ah yang lawannya adalah kebid'ahan.

Beliau juga berkata:

ومسألة تكفير المعين مسألة معروفة، إذا قال قولا يكون القول به كفرا، فيقال: من قال بهذا القول فهو كافر، لكن الشخص المعين، إذا قال ذلك لا يحكم بكفره، حتى تقوم عليه الحجة التي يكفر تاركها

"Permasalahan mengklaim kafirnya pihak tertentu adalah masalah yang telah dikenal oleh para Ulama. Jika seseorang berkata dengan suatu perkataan yang mengonsekuensikan kekufuran, maka dikatakan kepadanya, "Siapa saja yang mengucapkan perkataan ini maka dia telah kafir". Akan tetapi penilaian terhadap person tertentu (si Fulan) tatkala dia mengucapkan perkataan kufur maka tidak langsung divonis kafir sehingga tegak hujjah atasnya yang menjadikan dirinya kafir lantaran meninggalkan hujjah tersebut." (Ad-Durorus Saniyyah 8/244)

Di sini beliau membedakan antara takfir mutlaq dengan takfir mu'ayyan sebagaimana yang telah ma'ruf di kalangan Ulama. Takfir mutlaq adalah hukum mutlaq bagi siapa saja yang melakukan kekufuran maka dia kafir. Kalimat yang mutlaq ini sebagai ancaman atas perbuatan kufur supaya kaum Muslimin waspada dari kekufuran kendati pelakunya belum bisa divonis kafir. Sedangkan takfir mu'ayyan adalah hukum terhadap individu tertentu dimana si Fulan telah kafir karena telah terpenuhi syarat-syarat untuk dikafirkan dan telah terangkat darinya penghalang-penghalang.

Beliau juga berkata:

وأما ما ذكر الأعداء عني أني أكفر بالظن وبالموالاة أو أكفر الجاهل الذي لم تقم عليه الحجة ، فهذا بهتان عظيم يريدون به تنفير الناس عن دين الله ورسوله 

"Adapun yang disebutkan oleh musuh-musuh dakwah tentang saya, bahwa saya mengkafirkan hanya berdasarkan prasangka dan berdasarkan loyalitas kepada saya, atau saya mengkafirkan orang yang jahil (tidak berilmu) yang hujjah belum tegak atasnya, maka semua itu adalah fitnah yang besar, tujuan mereka ingin menjauhkan manusia dari agama Allah dan Rosul-Nya." (Majmu' Mu'allafat Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab 3/14)

Dan masih banyak lagi keterangan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam masalah takfir yang menunjukkan beliau bukan orang yang gegabah dalam mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin. 

Begitu pula dengan para Ulama Salaf yang menjadi rujukan beliu seperti Al-Imam Asy-Syafii, dimana Al-Imam Asy-Syafii mengkafirkan seseorang yang bernama Hafsh Al-Fard lantaran mengatakan Al-Qur'an adalah makhluk. Tentu Al-Imam Asy-Syafii tidak diklaim sebagai orang yang suka mengkafir-kafirkan, karena beliau tidaklah mengkafirkan dan menilai sesat seseorang kecuali setelah ditunjukkan oleh dalil atas kekafirannya dan hujjah telah tegak, wa billahit tawfiq.
__________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar