Selasa, 25 Juli 2017

Bahaya Laten Bid'ah

Bid'ah secara bahasa artinya mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan menurut syariat telah dijelaskan oleh para Ulama:

كل اعتقاد أو لفظ أو عمل أحدث بعد موت النبي صلى الله عليه والسلام بنية التعبد والتقرب ولم يدل عليه الدليل من الكتاب ولا من السنة ولا إجماع السلف

"Setiap keyakinan, ucapan atau perbuatan yang diada-adakan sepeninggal Nabi ﷺ dengan niat ibadah dan bertaqorrub (mendekatkan diri kepada Allah) yang tidak ditunjukkan oleh dalil Al-Qur’an was Sunnah serta ijma’ Salaf." (Al-Qoulul Mufid fi Adillatit Tauhid hal. 182)

Allah telah menyinggung bid'ahnya para pastor Nashroni di dalam Al-Qur'an yang tidak boleh menikah. Allah berfirman, "Dan mereka mengada-adakan (bid'ah) kerahiban, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk (alasan) mencari keridhoan Allah." (Al-Hadid: 27)

Nabi ﷺ setiap kali memulai khutbah memperingatkan bahaya bid'ah:

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

“Amma ba’d, maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah perkara (agama) yang diada-adakan, setiap perkara (agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat." (HR. Muslim 867)

Mengapa bid'ah dikatakan sejelek-jelek perkara dan sesat sehingga Nabi ﷺ senantiasa memperingatkan umatnya? Di antara alasannya sebagai berikut:

(1). Mengklaim syariat Islam belum sempurna. Orang yang berbuat bid'ah berinovasi dengan menambah-nambah amalan yang diniatkannya untuk ibadah atau dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Padahal Allah berfirman, "Pada hari ini Aku telah sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku telah cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (Al-Ma'idah: 3)

Al-Imam Malik bin Anas berkata, “Siapa saja yang mengada-adakan kebid’ahan dalam perkara agama yang dia klaim sebagai kebaikan, sungguh dia telah menuduh Nabi Muhammad ﷺ telah mengkhianati risalahnya!" (Al-I'tishom 1/64)

(2). Menyelisihi syahadat Muhammad Rosulullah yang konsekuensinya beriman kepada beliau, membenarkan apa yang beliau beritakan, menaati apa yang beliau perintahkan, serta menjauhi apa yang beliau larang.

(3). Bid'ah membuka pintu ifroth (melampaui batas) terhadap Nabi ﷺ seperti perbuatan orang-orang Nashroni yang melampaui batas dengan mengkultuskan Nabi Isa 'alaihissalam. Nabi ﷺ mengingatkan, "Janganlah kalian melampaui batas terhadapku sebagaimana orang-orang Nashroni melampaui batas terhadap Isa bin Maryam." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

(4). Amalan bid'ah tertolak sia-sia Nabi ﷺ mengingatkan, "Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak bersumber dari ajaran kami maka tertolak." (HR. Muslim)

(5). Bid'ah menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Nabi ﷺ mengingatkan, "Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An-Nasa’i dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

(6). Para Ulama berkata, "Bid'ah pos paket yang mengantarkan seseorang kepada kekufuran", dan fitnah kufur lebih besar dari pembunuhan. Allah berfirman, “Maka orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Nabi ﷺ) hendaklah mereka takut akan ditimpa fitnah (syirik) atau azab yang pedih.” (An-Nur: 63)

Al-Hafidzh Ibnu Katsir Asy-Syafii berkata, “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syariat Rosul secara lahir maupun batin maka akan tertimpa fitnah dalam hatinya berupa kekafiran, kemunafikan, kebid’ahan atau tertimpa azab yang pedih di dunia.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/319)

(7). Terhalang dari telaga Al-Haudh. "Kelak aku akan mendahului kalian Al-Haudh hingga dinampakkan kepadaku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan air untuk mereka dari Al-Haudh lantas mereka dijauhkan dariku. Aku berkata, "Wahai Robbku mereka adalah shohabatku." Allah berkata, "Sesungguhnya engkau tidak mengetahui amalan apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu!“ (HR. Al-Bukhori)

(8). Ahli bid’ah mendapat dosa jariyah yaitu dosa bid’ahnya dan dosa orang-orang yang mengikutinya dalam kebid'ahan. Nabi ﷺ mengingatkan, “Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

(9). Persaksian dan riwayat ahli bid'ah ditolak apabila kebid’ahannya sampai tingkat kekufuran. Hal ini telah disepakati oleh para Ulama. Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafii berkata, "Barangsiapa yang kafir disebabkan oleh kebid’ahannya maka riwayatnya tidak menjadi hujjah berdasarkan kesepakatan para Ulama." (Tadribur Rowi 1/383)

(10). Bid'ah sumber perpecahan umat meskipun ahli bid'ah kelihatannya bersatu namun pada hakikatnya mereka berpecah belah. Nabi ﷺ mengingatkan, “Barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku ia akan melihat perselisihan yang banyak maka wajib atas kalian (ketika mendapati percekcokan itu) berpegang teguh dengan sunnahku (cara beragamaku) dan sunnah para Khulafa’urrosyidin Al-Mahdiyyin sepeninggalku, gigitlah ia (sunnah-sunnah itu) dengan gigi-gigi gerahammu. Dan hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama (bid’ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi beliau berkata “Hadits Hasan Shohih” - Syaikh Al-Albani menshohihkannya)

(11). Ahli bid'ah tidak termasuk golongan Nabi ﷺ. "Barangsiapa yang membenci sunnahku (ajaranku) maka ia bukan termasuk golonganku." (HR. Al-Bukhori)

Fikri Abul Hasan 

0 comments:

Posting Komentar