Rabu, 24 Mei 2017

Mengkhususkan Waktu Berziarah Kubur & Mungkinkah Mayyit Menjawab Salam?

Ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan setelah sebelumnya dilarang. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور، فزوروها

“Dahulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian.” (HR. Muslim 977)

Beliau juga bersabda:

زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة

"Berziarahlah kalian ke kuburan karena hal itu akan mengingatkan kalian akan akhirat.” (HR. Ibnu Majah 1569)

Tujuan berziarah adalah untuk mengingat mati, mengingatkan akhirat, zuhud dari dunia serta mendoakan kaum muslimin. ("Subulussalam" Ash-Shon'ani 2/162 & "Ahkamul Jana’iz" Al-Albani hal. 239)

Adapun mengkhususkan waktu saat berziarah seperti menjelang Romadhon, saat ‘ied, hari Jumat maupun hari-hari yang lain maka semua itu menyelisihi syariat. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

ولا تجعلوا قبري عيدا

"Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai ‘ied." (HR. Abu Dawud 2042, Ibnu Taimiyyah dalam "Iqtidho' Ash-Shirothil Mustaqim" 2/169 berkata, "Sanadnya hasan memiliki syawahid", Ibnu Hajar Al-'Asqolani dalam "Al-Futuhat Ar-Robbaniyyah" berkata, "Hasan", Syaikh Al-Albani menshohihkannya dalam "Shohihul Jami'" 7226)

Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menjelaskan:

العيد ما يعتاد مجيئه وقصده من زمان ومكان، مأخوذ من المعاودة والاعتياد، فإذا كان اسماً للمكان فهو المكان الذي يقصد فيه الاجتماع وانتيابه للعبادة وغيرها كما أن المسجد الحرام ومنى ومزدلفة وعرفة والمشاعر جعلها الله عيداً للحنفاء ومثابة للناس

"'Ied adalah sesuatu yang kehadirannya dan maksudnya berulang-ulang baik waktu maupun tempat. 'Ied terambil dari kata "al-mu'awadah" (kembali) dan "al-i'tiyad" (biasa). Kata 'ied bila dipakai untuk nama tempat maka maknanya adalah tempat yang dituju untuk berkumpul dan menunaikan ibadah atau selain itu. Seperti Masjidil Harom, Mina, Muzdalifah, 'Arofah, dan tempat-tempat lainnya yang dijadikan Allah sebagai ‘ied bagi orang-orang yang beriman serta tempat pertemuan bagi manusia." (Ighotsatul Lahfan 1/190)

Syaikh Al-'Allamah Sholih Al-Fawzan berkata, "Kata 'ied bermakna sesuatu yang selalu terjadi secara berulang-ulang. 'Ied ada dua macam yaitu "'ied zamani" (terkait waktu) seperti 'ied Romadhon dan 'iedul adh-ha, dan "'ied makani" (terkait tempat) yaitu tempat yang dipakai untuk berkumpul dalam hitungan tahun, pekan atau bulan dengan tujuan yang bernilai ibadah." (Syarh Masa'il Jahiliyyah hal. 233)

Maka menjadikan kuburan sebagai 'ied maknanya menjadikannya sebagai tempat yang dikhususkan untuk beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah atau dikhususkan waktunya saat berziarah. Semua ini telah dilarang oleh Nabi shollallahu 'alaihi wasallam.

Syaikh Al-'Allamah ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata:

أما زيارة القبور في يوم العيد أو في يوم الجمعة أو تخصيص يوم معين فلا يجوز ذلك

“Adapun ziarah kubur saat hari ‘ied atau hari Jumat atau mengkhususkan hari-hari tertentu maka hal itu tidak diperbolehkan.” (Transkrip rekaman fatwa beliau)

Larangan ini bertujuan agar manusia tidak berlebih-lebihan terhadap kuburan, baik kuburan para Nabi maupun orang-orang sholih, karena hal itu dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam kesyirikan.

Bagaimana dengan keadaan penghuni kubur apakah mereka bisa mendengar salam yang kita ucapkan, "Assalamu'alaikum yaa ahlad diyar minal mu'minin"? 

Jawab: Ya mereka dapat mendengarnya dan menjawab salam yang kita ucapkan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas dari Nabi shollallahu 'alaihi wasallam:

ما من أحد مر بقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا ، فسلم عليه ، إلا عرفه ورد عليه السلام

"Tidaklah seseorang melewati kuburan saudaranya sesama mukmin yang dikenalnya di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya maka saudaranya itu mengetahuinya dan menjawab salamnya." (HR. Ibnu 'Abdil Barr dalam "Al-Istidzkar" 1/185, dishohihkan oleh Asy-Syaukani dalam "Nailul Author" 3/304, Al-'Allamah Bin Baz berkata, "Sanadnya jayyid")

Hal ini juga telah disepakati oleh para Salaf sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 6/235. Akan tetapi, dalil hanya menyebutkan mendengar dan menjawab salam saja, tidak kemudian diyakini mereka mampu mengabulkan permohonan orang yang menziarahinya. Karena merekalah yang sebetulnya lebih berhajat untuk didoakan.

Fikri Abul Hasan

Telegram Channel
http://bit.ly/2o6nfMe

0 comments:

Posting Komentar