Sabtu, 18 Maret 2017

Menyoal Istilah "Salafy"

Para Ulama mengingkari istilah “Salafy” bila penisbatnya itu tidak berjalan di atas manhaj dan aqidah Salaf, atau hanys dipakai untuk tujuan-tujuan hizbiyyah. Sama seperti pengingkaran Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam terhadap dua Shohabatnya yang cekcok dengan mengusung nama “Muhajirin” dan “Anshor”. Padahal istilah “Muhajirin” dan “Anshor” disebut oleh Allah dalam Al-Qur’an dengan pujian dan keridhoan, namun hal itu Nabi ingkari karena dipakai untuk tujuan yang tidak benar.

Artinya jika istilah-istilah syar’i tersebut digunakan untuk tujuan duniawi, seruan jahiliyyah atau mengibarkan bendera hizbiyyah, maka itu jelas tercela. Akan tetapi bila penisbatan “Salafy” secara esensi (yakni manhaj, aqidah dan amalannya sesuai dengan pengakuannya) maka tidaklah terlarang. Bahkan para Ulama tegas mengingkari pihak-pihak yang melarang penisbatan kepada Salafussholih atau yang lazimnya disebut "Salafy".

Fatwa Ulama Terkait Penamaan Salafy

“Salafiyyun adalah bentuk jama’ (plural) dari kata Salafy, dan Salafy dinisbatkan kepada Salaf. Sedangkan pengertian Salaf telah dijelaskan maknanya. Jadi Salafiyyun adalah orang-orang yang menempuh manhaj atau cara beragamanya para Salafussholih dalam mengikuti Al-Qur’an was Sunnah serta berdakwah kepadanya dan beramal di atas landasan keduanya sehingga dengan cara beragama seperti itulah mereka juga disebut Ahlussunnah wal Jama’ah.” (Fatwa Lajnah Da'imah 2/165)

Syaikh bin Baz ditanya, "Apa pendapat engkau tentang orang yang menamakan dirinya dengan “Salafy” atau “Atsari”? Apakah itu termasuk penyucian diri?

Beliau menjawab, “Jika memang kenyataannya dia sebagai pengikut atsar dan pengikut Salaf, maka penamaan itu tidak masalah. Seperti para Ulama Salaf berkata, “Fulan Salafy” atau “Fulan Atsari”.” (Muhadhoroh “Haqqul Muslim” di Tho’if")

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Apabila dikatakan “As-Salaf”, atau “As-Salafiyyun”, atau “As-Salafiyyah”, semua itu penisbatan kepada Salafussholih, yakni seluruh Shohabat Nabi rodhiyallahu ‘anhum serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dan tidak condong kepada hawa nafsunya.” (Hukmul Intima’ hal. 36)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin berkata, “Orang yang hidup pada generasi belakangan sampai datangnya hari kiamat, bila ia merujuk kepada cara beragamanya Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dan para Shohabat maka dia seorang Salafy.” (Syarh Al-'Aqidah Al-Wasithiyyah 1/45)

Syaikh Sholih Al-Fawzan ditanya, “Apakah orang yang menamakan dirinya dengan Salafy dianggap hizbi?!

Jawab, Menamakan diri dengan Salafiyyah jika memang benar kenyataannya maka hal itu tidaklah mengapa. Namun jika sekedar pengakuan semata, maka tidak diperbolehkan baginya menamakan diri dengan Salafiyyah sedangkan ia tidak berada di atas manhaj Salaf.” (Al-Ajwibah Al-Mufidah soal 13)

Wajibkah Menyebut Diri dengan Salafy?

Jawabannya, yang wajib adalah berjalan di atas manhaj Salaf, baik dalam hal aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, amar ma'ruf nahi munkar, dan al-wala' wal baro'. Akan tetapi penisbatan Salafy termasuk hal yang disyariatkan karena esensinya merujuk kepada cara beragama Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Bukanlah keaiban bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada manhaj Salaf. Bahkan wajib menerimanya karena manhaj Salaf adalah kebenaran." (Majmu' Fatawa 4/149)

Kendati penisbatan Salafy bisa menjadi wajib manakala dibutuhkan untuk membedakan diri dengan ahlul batil atau kelompok-kelompok harokah hizbiyyah yang acapkali mengaku di atas sunnah. Kewajiban itu dibangun di atas prinsip amar ma'ruf nahi munkar serta kewajiban mengikuti jalan Salaf dalam beragama.

Maka aneh jika ada orang yang berceloteh tidak wajib menyebut diri Salafy, namun di lain kesempatan dia melarang penisbatan diri kepada Salaf! 

Tidak wajib menyebut diri sebagai Salafy adalah satu permasalahan, sedangkan melarang orang menyebut dirinya Salafy itu permasalahan lain. Sebab sesuatu yuang tidak wajib tidaklah melazimkan larangan maupun celaan.

Syaikh Al-Albani berkata, “Ada sebagian orang yang mengaku berilmu, namun mengingkari penisbatan kepada Salaf. Mereka menyangka bahwa hal itu tidak ada asal usulnya. Mereka juga berkata, Seorang muslim tidak boleh mengatakan, “Saya seorang Salafy!”

Sesungguhnya secara tidak langsung mereka sedang melarang orang mengikuti jalan Salafussholih, baik dalam hal aqidah, ibadah maupun akhlaq! Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka (jika begitu maksudnya) mengandung konsekuensi berlepas diri dari Islam yang benar sebagaimana Islamnya para Salafussholih yang diajarkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda:

“Sebaik-baik generasi adalah generasiku (Shohabat), kemudian generasi setelahnya (Tabi’in), kemudian setelahnya (Tabi’it Tabi’in).” (HR. Al-Bukhori, Muslim dan Ahmad)

Adapun orang yang menisbatkan dirinya kepada Salafussholih, sesungguhnya ia menisbatkan dirinya kepada pihak yang ‘ishmah (terjaga dari kesalahan) secara umum (yakni ijma’ para Shahabat). Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah menubuwwahkan, bahwa ciri-ciri “Al-Firqotun Najiyah” (golongan yang selamat) ialah berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan para Shohabatnya. Maka siapa saja yang berpegang dengan manhaj Salafussholih, yakinlah ia sedang berada di atas petunjuk Allah.” (Majalah Al-Asholah edisi 9)

Syaikh Sholih Al-Fawzan ditanya, “Sebagian da’i berkata, penggunaan istilah “Salafy” akan memecah belah manusia, maka jangan engkau berkata, “Saya Salafy”?

Beliau menjawab, “Na’am, na’am! istilah “Salafy” memecah belah manusia. Memecah belah antara Salafiyyin dengan ahlul bid’ah dan kelompok-kelompok sesat!"

Fikri Abul Hasan

Telegram Channel 
Join @manhajulhaq

0 comments:

Posting Komentar