Sabtu, 12 November 2016

Kesholihan Rakyat atau Kesholihan Penguasa?

Tanya: Al-Imam Fudhoil bin Iyyadh berkata, "Jika ada di antara doaku yang mustajab, maka aku akan pakai untuk mendoakan pemimpin, beliau di tanya, "Kenapa bisa seperti itu wahai Abu Ali? Maka beliau menjawab, "Jika doa yang mustajab itu aku pakai untuk diriku, maka aku tidak akan mendapatkan balasan, dan jika aku pakai untuk mendoakan pemimpin, MAKA BAIKNYA PENGUASA AKAN BERDAMPAK BAIK KEPADA RAKYAT DAN NEGERI NYA". (Hilyatul Auliyaa 6/328 oleh Imam Abu Nuaim, lihat juga Syarhus Sunnah hal. 346, oleh Al Imam Al Barbahary, dan juga kitab Imaamatul Udzma ad Dumaiji 1/370) 

Apakah riwayat ini menunjukkan baiknya rakyat tergantung pada pemimpin? Sebagian orang berkata, "Kaum Salafy alias "Talafi" (perusak) hanya menukil sebagian atsar yang menunjukkan kesholehan penguasa tergantung kesholehan rakyatnya jadi jangan mau akal Anda dijungkir balik oleh kaum Talafi mereka adalah kaum Mulukiyyah (penjilat penguasa)?

Jawab: Perlu diketahui bersama, Salafy adalah penisbatan yang agung kepada generasi terbaik umat ini. Salafy berarti orang yang menempuh jalan Salaf dalam beragama. Kata Salaf sendiri merupakan ringkasan dari kata "Salafussholih" yakni para pendahulu yang sholih dari kalangan Shohabat Nabi, para Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in.

Ringkasnya, Salafy adalah orang yang mengikuti manhaj (cara beragama) Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau baik dalam hal aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, amar ma'ruf nahi munkar, jihad, siyasah serta al-wala' wal baro'. 

Orang yang menggelari Salafy dengan sebutan "Talafi" berada di antara dua kemungkinan. Pertama, dia orang yang jahil (bodoh), atau yang kedua, dia ahlul bid'ah dari kalangan harokah.

Begitupula dengan pembagian Salafy Saudi, Salafy Yamani, Salafy Jihadi, Salafy Haroki, atau Salafy Fulani seperti yang diklaim oleh sebagian orang; semua itu adalah upaya untuk menjauhkan manusia dari dakwah Salafiyyah. Karena dakwah Salafiyyah adalah satu-satunya dakwah yang mengajak kepada Islam yang murni seperti yang diajarkan oleh Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat. Dakwah Salafiyyah adalah satu-satunya dakwah yang memisahkan antara al-haq dan al-batil, tauhid dan syirik, sunnah dan bid'ah, ahlussunnah dan ahlul bid'ah. Dakwah Salafiyyah juga satu-satunya dakwah yang menyeru kepada persatuan di atas ilmu dan pemahaman yang benar. Maka siapapun orangnya, dimanapun keberadaannya, jika dia mengajak kepada manhaj Salaf secara utuh maka dia disebut Salafy Ahlussunnah wal Jama'ah.

Mengenai kesholihan penguasa apakah  hal itu bergantung dengan kesholihan rakyat? Ataukah sebaliknya kesholihan rakyat bergantung dengan kesholihan sang penguasa?

Jawabannya, kesholihan rakyat dan kesholihan penguasa keduanya saling berkaitan satu sama lain dan tidaklah saling menafikan. Tetapi perlu ditegaskan di sini, bahwa yang paling mendasar adalah kesholihan rakyat, sebab seorang penguasa tidaklah muncul melainkan dari rakyat.

Rakyat yang sholih akan senantiasa mendoakan kebaikan bagi penguasa, sebagaimana kesholihan Fudhoil bin 'Iyadh yang andai saja diketahui ada doanya yang mustajab maka akan ia panjatkan untuk mendoakan kebaikan bagi penguasa lantaran maslahat yang besar. Sedangkan rakyat yang tholih (jelek) hanya pandai mengutuk dan mencela penguasa, padahal kutukan dan celaannya itu dapat mengundang mafsadah yang lebih berat, bahkan bisa berakibat fatal bagi rakyat di masa depan.

Lihat bagaimana kepemimpinan Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabatnya sepeninggal beliau? Apakah rakyatnya tumbuh di atas ilmu dan manhaj yang benar ataukah sebaliknya di atas kejahilan dan ikut-ikutan dalam beragama?! Apakah rakyatnya orang-orang yang berpegang teguh dengan tauhid dan sunnah ataukah sebaliknya bergelimang dalam syirik dan bid'ah?! 

Perhatikan firman Allah ta'ala:

وكذلك نولي بعض الظالمين بعضا بما كانوا يكسبون

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin atas sebagian yang lain disebabkan (kezaliman) yang mereka perbuat.” (Al-An’am: 129)

Sebagian mufassirin menjelaskan, "Maknanya Kami jadikan orang yang zalim sebagai penguasa bagi yang lain." (Zadul Masir Ibnul Jauzi 3/124)

Maka jika rakyat ingin mempunyai penguasa yang adil serta dijauhkan dari penguasa yang zalim bahkan penguasa yang kafir, maka tinggalkanlah kezaliman dan kekufuran yang mereka perbuat dan perbaikilah diri masing-masing. Sedang perkara yang paling utama untuk diperbaiki adalah terkait tauhid dan aqidah.

Allah juga berfirman:

وعد الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من قبلهم وليمكنن لهم دينهم الذي ارتضى لهم وليبدلنهم من بعد خوفهم أمنا يعبدونني لا يشركون بي شيئا ومن كفر بعد ذلك فأولئك هم الفاسقون

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang beramal sholih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Allah memberi kekuasaan pada orang-orang sebelum mereka. Dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah keadaan mereka, setelah mereka dalam keadaan ketakutan menjadi aman tentram, mereka tetap mentauhidkan Aku dan tidak berbuat kesyirikan sedikitpun. Dan barangsiapa tetap kufur setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Ini janji Allah bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholih, selama mereka mentauhidkan Allah dan meninggalkan kesyirikan, maka Allah akan jadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana orang-orang yang Allah beri kekuasaan pada umat-umat terdahulu.

Inilah yang dimaksud oleh Imam Malik dalam pernyataannya, “Tidak akan menjadi baik nasib umat ini melainkan dengan apa yang telah memperbaiki generasi pendahulunya." 

Maka jika Salafiyyin mengupayakan pembenahan dari bawah tidaklah berarti ridho dengan kezaliman yang diperbuat oleh penguasa, apalagi dicap sebagai penjilat.

Salafiyyin adalah orang-orang yang berjalan di atas bimbingan dalil Al-Qur'an was Sunnah. Dalil membimbing untuk taat dalam perkara yang ma'ruf dan tidak menyelisihi syari'at, serta berlepas diri dari perkara yang mungkar. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق إنما الطاعة في المعروف

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma'ruf.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Maka siapa sebetulnya yang membolak-balik pemahaman?!

Siapa yang mengambil sebagian atsar lalu membuang sebagian yang lain?!

Siapa yang ingin merusak dan memecah belah umat ini?!

Jangan lantaran kebencian Anda terhadap Salafiyyin membuat Anda tidak berlaku adil. Berlaku adil-lah karena keadilan lebih dekat kepada taqwa. 

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar