Minggu, 27 November 2016

Bid'ahnya Kaidah "Muwazanah"

"Muwazanah" yang dimaksud di sini adalah kaidah yang mengharuskan memuji atau menyebut kebaikan-kebaikan ahlul bid’ah dikala mengkritiknya. Menurut penyokongnya, kaidah ini diklaim sebagai sikap inshof (adil) dalam menyikapi kesalahan seorang Muslim.

Contohnya, ketika mengkritik firqoh "Jama'ah Tabligh" yang telah difatwakan oleh para Ulama sebagai kelompok ahlul bid'ah dan penyimpangannya telah sampai derajat kesyirikan; maka orang yang menganut kaidah muwazanah ini berkilah:

"Jama'ah Tabligh juga punya kebaikan, punya nilai plus, orang yang tadinya pemabuk bisa bertaubat, mengajak orang shalat ke masjid dan disebutkan kebaikan-kebaikan lainnya, maka belum bisa dicap sebagai kelompok sesat dan menyimpang selkalipun ada kesalahannya."

Ungkapan di atas adalah penipuan terhadap umat dan bertolak belakang dengan keadilan syari'at.

Para Ulama menegaskan, kaidah muwazanah ini adalah kaidah yang batil dan melunturkan prinsip al-wala' wal baro'. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabat tidak pernah mengharuskan menyebut kebaikan seseorang manakala memperingatkan kesalahannya yang fatal. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata:

كذب أبو السنابل

"Abus Sanabil telah berdusta!” (Silsilah Ash-Shahihah 3274)

Lantaran sampai kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Abus Sanabil berfatwa iddahnya seorang wanita hamil yang ditinggal mati oleh suaminya tidak cukup sampai melahirkan, melainkan harus menunggu hingga empat bulan sepuluh hari. Ini adalah fatwa yang salah karena iddahnya wanita yang hamil sampai melahirkan. Maka adakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebut kebaikan-kebaikannya sekalipun dia seorang Shahabat yang tidak bersengaja dusta?! Bahkan beliau tegas menyebut namanya! Lalu apakah beliau tidak berlaku inshof?! Adakah orang yang paling inshof selain beliau?!

Dalil yang lain yang membatalkan kaidah Muwazanah ini adalah seorang Shahabat menyampaikan dalam khutbahnya, "Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya maka dia telah mendapat petunjuk dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya maka dia telah sesat." Mendengar hal itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 

بئس الخطيب أنت! قل: ومن يعص الله ورسوله فقد غوى

"Sejelek-jelek khothib adalah engkau! Katakanlah olehmu, "Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya (bukan keduanya, pent) dia telah sesat!" (HR. Al-Bukhari 713 dan Muslim 418)

Adakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebut kebaikan-kebaikan Shahabatnya itu sekalipun dia bermaksud mensejajarkan Allah dan Rasul-Nya?! Lantas apakah beliau tidak berlaku inshof?! 

Di sinilah kebatilan manhaj Muwazanah yang hakikatnya ingin menolerir kebid'ahan dan ahlinya lalu mengompromikannya dengan sunnah dan Ahlussunnah. Mereka hendak menggabungkan Ahlul haq dan ahlul batil, ahlut tauhid dan ahlus syirk, Salafy dan haroki dalam satu wadah Islamiyyah dengan slogan ukhuwwah. Sebab itu ketika Syaikh Al-'Allamah Al-Albani ditanya tentang manhaj Muwazanah ini beliau menegaskan, "Ini adalah modusnya ahlul bid'ah!" (Silsilatul Huda wan Nur nomor 850)

Manhaj Muwazanah ini dirintis oleh seseorang bernama Muhammad bin Surur yang belum lama wafat. Orang ini dan bersama para pengagumnya seperti Abdurrohman Abdul Kholiq, Salman Al-Awdah, Safar Hawali, Aidh Al-Qorni, Nashir Al-'Umari dan tokoh-tokoh harokah yang lain telah membikin percekcokan Ahlussunnah di Saudi Arabia dan berhasil diimpor ke negeri kita. Sebetulnya manhaj mereka ini ikhwani (Ikhwanul Muslimin) namun acapkali mengaku sebagai Ahlussunnah pengikut Salafusshalih.

Syaikh Al-'Allamah Shalih Al-Fawzan ketika ditanya tentang manhaj Muwazanah terhadap ahlul bid'ah beliau menjawab:

إذا ذكرت محاسنهم فمعناهم أنت دعوت لاتباعهم لا، لا تذكر محاسنهم اذكر الخطأ الذي هم عليه فقط لأنه ليس موكولاً إليك أن تزكي وضعهم ، أنت موكول إليك بيان الخطأ الذي عندهم من أجل أن يتوبوا منه، ومن أجل أن يحذره غيرهم، ربما يذهب بحسناتهم كلها إن كان كفراً أو شركاً ، وربما يرجح على حسناتهم ، وربما تكون حسنات في نظرك ولست حسنات عند الله

"Jika engkau menyebut kebaikan-kebaikan mereka itu sama saja engkau mengajak manusia kepada mereka. Jangan! jangan engkau sebut kebaikan-kebaikan mereka! Sebutkan saja kesalahan mereka, karena engkau tidak dibebankan membersihkan nama mereka, tetapi engkau bertanggungjawab untuk menjelaskan kesalahan yang ada pada mereka agar mereka bertaubat dari penyimpangannya sehingga orang-orang tidak mengikutinya. Boleh jadi kebaikan-kebaikan mereka sirna semua oleh sebab kekufuran dan kesyirikan yang mereka lakukan, atau boleh jadi penyimpangan mereka mengalahkan kebaikan-kebaikannya, atau boleh jadi engkau melihatnya sebagai kebaikan namun sebenarnya di sisi Allah tidaklah demikian." (Al-Ajwibah Mufidah ‘an As’ilatil Manahijil Jadidah hal. 31-32)

Beliau juga mengatakan, "Jika yang dikritik adalah orang-orang yang sesat dan menyimpang lalu disebutkan kebaikan-kebaikannya maka ini adalah penipuan terhadap manusia. Akhirnya mereka berbaik sangka terhadap orang yang sesat tersebut, atau ahlul bid'ah itu, atau si khurofi (ahli khurofat), atau si hizbi tersebut lalu menerima pemikiran-pemikirannya yang menyimpang." (Idem hal. 50 secara ringkas)

Fikri Abul Hasan

Telegram Channel
Join: http://tlgrm.me/manhajulhaq

0 comments:

Posting Komentar