Minggu, 02 Oktober 2016

Nasehat Bagi yang Menyebar Foto Akhwat

Bagaimana sebetulnya hukum foto ustadz? Ada seorang da'i menyebar foto jama'ahnya yang akhwat di sosial media untuk mengumumkan penampilan masyarakatnya sudah berubah apakah alasan ini dibenarkan oleh syari'at? Jazakumulloh khoyr

Jawab: Fotografi makhluk bernyawa (manusia dan hewan) hukumnya terlarang, hal ini sebagaimana yang telah difatwakan oleh para Ulama. Maka gambar-gambar makhluk bernyawa harus dihapus karena dapat menjadi sarana kepada kesyirikan seperti yang menimpa umat-umat di masa silam.

Oleh karena itulah Syaikh Al-'Allamah Abdul Muhsin Al-'Abbad sangat keras melarang diambil gambarnya sebagaimana yang beliau tegaskan:

لم يسبق أن أذنت بتصويري إلا لبطاقة شخصية أو جواز سفر ولا أسمح لأحد بتصويري ولا نشر صور لي 

"Sebelumnya aku tidak pernah mengizinkan siapapun mengambil gambarku, kecuali untuk keperluan identitas atau paspor, dan aku tidak membolehkan bagi seorangpun untuk mengambil gambarku dan menyebarluaskannya." (Tanbih tertanggal 27 Sya'ban 1436 - al-abbaad.com)

Begitupula Syaikh Al-'Allamah Al-'Utsaimin yang sebelumnya berpendapat fotografi tidak termasuk menggambar, maka beliau menegaskan, "Sungguh aku tidak membolehkan mengambil gambar dengan kamera, yaitu foto makhluk bernyawa kecuali dalam kondisi darurat, atau karena adanya kebutuhan seperti pembuatan KTP, SIM, atau sebagai bukti fakta dan semisal itu." (Majmu' Fatawa wa Rosa'il 2/287-288 secara ringkas)

Adapun jika gambar yang dipublikasi adalah seorang wanita tentu lebih besar lagi kemungkarannya.  Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar bahwa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

المرأة عورة و إنها إذا خرجت استشرفها الشيطان

“Wanita itu aurot bila dia keluar maka syaithon akan menghiasinya.” (HR. Ath-Thobaroni dalam "Al-Awsath" 3036 - sanadnya shohih para rowinya tsiqot selain Ibrohim bin Hisyam Al-Baghowi - "Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah" 2688)

Maknanya dijelaskan oleh Syaikh ‘Ali Al-Qori:

أي زينها في نظر الرجال و قيل أي نظر إليها ليغويها و يغوي بها

“Yakni syaithon menghiasi wanita tersebut di mata lelaki yang melihatnya (untuk menggodanya), ada juga yang mengatakan syaithon melihat kepada wanita itu untuk menyesatkan dirinya dan menyesatkan orang oleh sebab dirinya.” (Al-Mirqoh 3/411)

Bila gambar wanita itu terpublish baik dari depan, belakang, berhijab ataupun tidak, atau hanya bagian wajahnya saja yang diblur, atau hanya bagian tangannya saja, atau bagian kakinya, semua itu menjadi celah bagi syaithon untuk menghiasinya di mata lelaki yang melihatnya. Hijab yang dipakainya untuk menjaga diri berarti tidak sejalan dengan tujuan syariat.

Sedangkan dai-dai yang menyebarkan gambar wanita maka mereka adalah du'atul fitan (dai-dai fitnah). Diparkir dimana kecemburuan para dai, suami dan orangtua? Camkan sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam:

ما تركت بعدي فتنة أشد على الرجال من النساء

“Tidaklah aku tinggalkan fitnah (cobaan) sepeninggalku lebih berbahaya bagi laki-laki melebihi wanita.” (HR. Al-Bukhori 4808)

Fikri Abul Hasan

1 komentar: