Selasa, 18 Oktober 2016

Demonstrasi Jalannya "Salafut Tholih" (Pendahulu yang Jelek)

Kisah ‘Umar, Hamzah dan sebagian Shohabat yang berdemonstrasi (parade) setelah ‘Umar masuk Islam telah diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Al-Ashfahani dalam “Hilyatul Auliya'” 1/40.

Kisah ini dinilai batil oleh para Ulama karena dalam sanadnya ada rowi yang bernama Ishaq bin Abdillah bin Abi Farwah. Menurut Yahya bin Ma’in, dia Ishaq seorang pendusta besar, para Ulama meninggalkan riwayatnya seperti yang ditegaskan oleh Al-Imam Al-Bukhori dalam “Adh-Dhu’afa Al-Kabir”, Ibnu Abi Hatim dalam “Al-Jarh wat Ta’dil”, Ad-Daruquthni dalam “Adh-Dhu’afa’ wal Matrukin”.

Sejarah mencatat, bid’ah demonstrasi (mengerahkan massa turun ke jalan) kali pertama terjadi di masa ‘Utsman bin ‘Affan. Bid’ah ini dimotori oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam demi menggulingkan pemerintahan ‘Utsman hingga berujung pada pembunuhan. Faktanya, tak ada seorangpun dari Shohabat Nabi yang terlibat dalam aksi bid’ah tersebut. Maka demonstrasi bukanlah jalan yang ditempuh oleh Salafussholih dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Aksi-aksi semacam itu termasuk tasyabbuh (menyerupai) jalannya orang yang dimurkai dari kalangan Yahudi dan orang-orang yang sesat dari kalangan Nashoro.

Bagaimana dengan fatwa Syaikh Abdullah Ad-Dumaiji yang membolehkan Demonstrasi jika negara mengizinkannya?

Fatwa siapapun jika menyelisihi dalil maka fatwa itu tertolak dengan sendirinya. Allah berfirman:

ياأيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu masalah maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rosul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya” (An-Nisa: 59)

Allah berfirman:

وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون

"Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertaqwa.” (Al-An’am: 153)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

وليس لأحد أن يحتج بقول أحد في مسائل النزاع، وإنما الحجة النص، والإجماع، ودليل مستنبط من ذلك تقرر مقدماته بالأدلة الشرعية، لا بأقوال بعض العلماء، فإن أقوال العلماء يحتج لها بالأدلة الشرعية، لا يحتج بها على الأدلة الشرعية

"Dan bagi seseorang tidak boleh berhujjah dengan pendapat orang lain dalam perkara yang diperselisihkan. Hujjah hanyalah nash (dalil Al-Qur'an was Sunnah), ijma’ dan petunjuk yang bersumber darinya yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil syar’i, bukan hanya berdasarkan perkataan sebagian Ulama semata. Fatwa sebagian Ulama baru bernilai hujjah oleh sebab keberadaan dalil-dalil syar’i. Bukan sebagai hujjah yang bisa dipakai untuk menentang dalil-dalil syar’i." (Majmu’ Fatawa 26/202)

Sebab itu para Ulama menegaskan bahwa tidak setiap perselisihan itu mu'tabar (teranggap) kecuali perselisihan yang memiliki ruang ijtihad.

Dalil yang menunjukkan haromnya Demonstrasi adalah firman Allah yang melarang meniru perbuatan orang-orang kafir. Allah berfirman:

ألم يأن للذين آمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله وما نزل من الحق ولا يكونوا كالذين أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم الأمد فقست قلوبهم وكثير منهم فاسقون

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Al-Hadid: 16)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Firman Allah, "Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab" ini adalah larangan yang bersifat mutlak dalam hal meniru mereka.” (Iqtidho’ Shirothil Mustaqim hal. 81)

Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

من تشبه بقوم فهو منهم

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum itu." (HR. Ahmad dan Abu Dawud - Syaikh Al-Albani berkata "Hasan Shohih" dalam "Shohih Abi Dawud" 3401)

Beliau juga bersabda: 

لتتبعن سنن من كان قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو دخلوا جحر ضب لاتبعتموهم  قلنا: يا رسول الله، اليهود والنصارى؟ قال: فمن

"Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampaipun jika mereka masuk ke lubang dhobb (kadal padang pasir) niscaya kalianpun akan mengikutinya.” Kami (para Shohabat) bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nashoro?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?!” (HR. Al-Bukhori 3269 dan Muslim 2669)

Maka demonstrasi adalah bentuk ingkarul mungkar dengan cara yang mungkar. Tidak boleh mengikuti pemerintah dalam perkara yang mungkar sekalipun pemerintah mengizinkannya. Karena kita dilarang untuk menaati siapapun dalam kemaksiatan kepada Allah.

Adapun Syaikh Abdullah Ad-Dumaiji maka siapa dari Ulama robbani yang mengatakan beliau adalah seorang Ulama sehingga fatwanya dapat menjadi rujukan?? Tidaklah setiap orang yang mempunyai gelar akademik lantas diklaim sebagai seorang 'alim minal 'ulama. Al-Imam Al-Barbahari berkata:

أن العلم ليس بكثرة الرواية والكتب وإنما العالم من اتبع العلم والسنن وإن كان قليل العلم والكتب، ومن خالف الكتاب والسنة فهو صاحب بدعة وإن كان كثير العلم والكتب

"Sesungguhnya keberkahan ilmu tidaklah ditunjukkan oleh banyaknya riwayat dan menulis kitab. Hanyalah orang yang berilmu itu yang mengikuti ilmu dan mengamalkan sunnah sekalipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi Al-Qur'an was Sunnah maka sejatinya ia ahlul bid'ah meskipun ilmu dan kitabnya banyak." (It-haful Qori bit Ta'liqot 'ala Syarhissunah lil Imam Al-Barbahari 2/41)

Justru keterangan yang kami dapat sebaliknya, banyak ahlul 'ilmi yang membantah Syaikh Abdullah Ad-Dumaiji terkait manhajnya dan kitabnya yang berjudul "Al-Imamatul 'Udzhma". Kitab inilah yang menjadi rujukan harokiyyun dan diterjemahkan oleh mereka.

Lalu bagaimana cara mengingkari kemungkaran yang dilakukan oleh seorang penguasa?

Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

ستكون أمراء فتعرفون وتنكرون فمن عرف فقد برئ، ومن أنكر سلم، ولكن من رضي وتابع

"Akan ada para penguasa dimana kalian akan mengetahui kemungkarannya dan mengingkarinya. Maka barangsiapa yang mengetahuinya, sungguh dia telah berlepas diri dari dosa penguasa itu dan barangsiapa mengingkarinya maka dia akan selamat dari dosa kemungkarannya. Akan tetapi (yang celaka ialah) yang ridho dengan kemungkaran itu dan bahkan mengikutinya." (HR. Muslim)

Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia ubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Kemungkaran yang paling besar adalah syirik dan kekufuran karena menyangkut hak Allah, kemudian bid'ah karena menyangkut hak Rosulullah shoplallahu 'alaihi wasallam, kemudian maksiat. 

Syaikh Al-'Allamah bin Baz menerangkan, "Setiap Mukmin begitu juga Mukminah manakala melihat kemungkaran maka wajib atasnya mengubahnya dengan tangannya jika mampu. Seperti penguasa yang menjalankan hukum hadd, pengingkaran ayah terhadap anak dan isterinya, atau seseorang terhadap keluarganya, semua itu dilakukan sesuai dengan batas kemampuan masing-masing. Seperti bila mendapati khomr maka dia buang dan seterusnya. Namun jika tidak mampu mengingkarinya dengan tangan maka ia ingkari dengan lisannya yaitu menasehati yang bersangkutan. Jika tidak mampu dengan tangan dan lisan maka ia ingkari dengan hatinya yakni membenci kemungkaran tersebut dan meninggalkannya." (Fatawa Nur 'alad Darb 18/308 secara ringkas)

Adapun pelecehan terhadap Islam yang dilakukan secara terang-terangan oleh orang kafir maka dia tergolong kafir harbi. Kelancangan lisan si kafir harbi ini adalah suara aslinya dalam menyatakan permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin.

Para Ulama menegaskan, kafir harbi tidak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari kaum Muslimin. Maka ingkari kemungkaran dengan cara yang ma'ruf dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Semua itu dijalankan dengan bimbingan para ahli dari kalangan Ulama robbani.

Bagaimana cara mengokohkan kekuatan kaum Muslimin dan mengembalikan kewibawaan mereka?

Inti kekuatan kaum Muslimin dan kewibawaannya bergantung pada ilmu, pemahaman dan keimanan mereka. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya dengan Al-Qur’an ini Allah mengangkat derajat suatu kaum dan dengannya pula Dia merendahkan kaum yang lain.“ Maka tempuhlah jalan yang diridhoi oleh Allah jika kita ingin mendapat pertolongan dan kemenangan dari-Nya. Karena tidak ada pertolongan dan kemenangan melainkan hanya datang dari sisi Allah.

Fikri Abul Hasan


0 comments:

Posting Komentar