Sabtu, 17 September 2016

Nadzhor Melalui Foto (?)

Saya ingin menikah karena jauhnya jarak bolehkah melihat calon isteri melalui foto ustadz? Syukran.

Jawab: Tujuan pernikahan adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah dan menjaga kehormatan, maka sudah semestinya proses pernikahan ditempuh melalui tahapan-tahapan yang syar'i agar mendulang barokah.

Termasuk proses yang harus dilalui sebelum masuk jenjang pernikahan adalah "nadzhor" yaitu melihat calon isteri agar tahu persis siapa yang akan menjadi isterinya kelak. Jadi jika hati sudah mantap ingin menikah, maka calon suami dianjurkan melihat wajah dan kedua telapak tangan calon wanita secara langsung seperlunya dengan didampingi mahromnya wanita. Calon suami juga diperbolehkan melihat dari kejauhan wanita yang hendak dinikahinya itu seperlunya tanpa diketahui olehnya (jika memungkinkan); sekalipun yang dilihat adalah bagian rambutnya. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Lihatlah wanita (yang ingin kau nikahi) itu, karena hal itu akan lebih melanggengkan hubungan di antara kalian.” (HR. An-Nasa’i 3235 dan At-Tirmidzi 1087 dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ash-Shohihah 96)

Adapun nadzhar melalui foto maka hukumnya terlarang. Syaikh Al-'Utsaimin menyebutkan alasannya:

أولا : لأنه قد يشاركه غيره في النظر إليها
ثانيا : لأن الصورة لا تحكي الحقيقة تماما ، فكم من صورة رآها الإنسان فإذا شاهد المصوَّر وجده مختلف تماما 
ثالثا : أنه ربما تبقى هذه الصورة عند الخاطب ويعدل عن الخطبة ولكن تبقى عنده يلعب بها كما شاء

"Pertama, kadang foto wanita itu dilihat juga oleh lelaki lain. 
Kedua, foto tersebut tidak bisa mewakili keadaan orang yang sebenarnya. Berapa banyak gambar yang dilihat ketika dibandingkan dengan yang aslinya banyak perbedaan. 
Ketiga, boleh jadi foto tersebut tetap disimpan oleh pelamar padahal khitbahnya batal, lalu dia manfaatkan foto tersebut sekehendaknya." (Fatawa Ibni ‘Utsaimin)

Fatwa terakhir Syaikh Al-'Utsaimin terkait foto, "Sungguh Saya tidak membolehkan mengambil gambar melalui foto yakni foto makhluk hidup yang memiliki ruh (manusia dan hewan, -pent) kecuali dalam kondisi darurat atau ada kebutuhan yang mendesak seperti pembuatan KTP, SIM, atau sebagai bukti fakta dan semisalnya. Adapun menjadikan gambar atau foto sebagai pengagungan, kenangan atau kesenangan semata maka tidak diperbolehkan. Saya senantiasa berfatwa demikian dan Saya perintahkan kepada siapa saja yang memiliki gambar makhluk bernyawa sebagai kenangan agar memusnahkannya. Dan Saya bersikap lebih keras lagi jika gambar atau foto tersebut adalah gambar orang yang telah mati." (Majmu' Fatawa wa Rosa'il 2/287-288 secara ringkas)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar