Selasa, 23 Agustus 2016

Mendudukkan Istilah "Ahlussunnah Wal Jama'ah"

Ahlussunnah wal Jama'ah adalah orang yang berpegang teguh dengan sunnah (cara beragama) Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat rodhiyallahu 'anhum.

Ahlussunnah juga berarti orang yang menerjemahkan Al-Qur'an dengan penafsiran Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabatnya. Allah berfirman:

وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله

”Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya." (Al-An’am: 153)

Jalan yang lurus adalah satu-satunya jalan yang diridhoi Allah, yaitu jalan yang ditempuh oleh Nabi shollallahu ’alaihi wasallam dan para Shohabat beliau. Sedangkan "As-Subul" adalah jalan-jalan lain yakni cara beragama yang menyelisihi jalannya Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau.

Tatkala para Shohabat berkumpul bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau membuat sebuah garis lurus dengan tangan beliau dan berkata, "Inilah jalan Allah". Lalu beliau menorehkan garis di sebelah kanan dan sebelah kiri lalu berkata, "Ini adalah jalan-jalan syaithon", seraya menukil firman Allah surat Al-An'am ayat 153 di atas.  Beliau juga menegaskan:

هذا سبيل الله وهذه سبل على رأس كل سبيل منها الشيطان يدعوا له

”Ini adalah jalan Allah, sedang ini jalan-jalan lain yang pada setiap jalan-jalan tersebut dikepalai oleh syaithon yang senantiasa menyeru kepadanya." (Dzhilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah hal. 16; shohih)

Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

وإن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة قالوا ومن هي يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابي

“Sesungguhnya bani Isroil telah terpecah menjadi tujuhpuluh dua golongan dan umatku akan terpecah menjadi tujuhpuluh tiga golongan. Semuanya di neraka kecuali satu golongan saja yang selamat.” Para shohabat bertanya, “Siapakah golongan yang selamat itu wahai Rosulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu golongan yang berjalan pada apa yang aku dan para Shohabatku jalani.” (HR. At-Tirmidzi 2565 dishohihkan oleh Syaikh Al-'Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dalam "Ash-Shohihul Musnad")

Beliau shollallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:

فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة

"Maka barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’ur Rosyidin Al-Mahdiyyin sepeninggalku (ketika mendapati perselisihan itu), gigitlah ia (sunnah-sunnah itu) dengan gigi-gigi gerahammu. Dan berhati-hatilah kalian dari perkara baru yang diada-adakan dalam beragama karena setiap bid'ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud 4607, At-Tirmidzi 2676 beliau berkata, “Hadits Hasan Shohih” dan Syaikh Al-Albani menshohihkannya dalam "Shohihul Jami’" 2546)

Sebutan Ahlussunnah pertama kali disampaikan oleh salah seorang Shohabat Nabi yang masyhur Abdullah bin 'Abbas rodhiyallahu 'anhuma. Beliau menafsirkan firman Allah surat Al-'Imron ayat 106, "Hari dimana ada yang wajahnya putih berseri dan ada pula yang wajahnya hitam", beliau berkata:

فأما الذين ابيضت وجوههم: فأهل السنة والجماعة وأولوا العلم، وأما الذين اسودت وجوههم: فأهل البدع والضلالة

"Adapun mereka yang putih wajahnya adalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan ahlul ilmi, sedangkan orang yang hitam wajahnya mereka adalah ahlul bida' wad dholalah." (Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah 1/72 - Al-Imam Al-Lalaka'i)

Kemudian Ulama dari kalangan tabi’in Al-Imam Muhammad bin Sirin (110 H) berkata:

لم يكونوا يسألون عن الإسناد فلما وقعت الفتنة قالوا سموا لنا رجالكم فينظر إلى أهل السنة فيؤخذ حديثهم وينظر إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم

“Dahulu para Ulama tidak pernah bertanya perihal sanad, namun setelah terjadi fitnah (kedustaan dan pemalsuan sejarah) mereka seleksi, "Sebutkanlah pada kami rijal (para perawi) kalian, apabila dari Ahlussunnah maka diterima haditsnya, jika dari ahlul bid’ah maka ditolak." (Riwayat Imam Muslim dalam muqoddimah shohihnya 1/7)

Al-Imam Ayyub As-Sakhtiyani (131 H) berkata:

إني أخبر بموت الرجل من أهل السنة وكأني أفقد بعض أعضائي

"Bila datang berita kepadaku tentang kematian seorang Ahlussunnah seakan-akan sebagian anggota tubuhku ada yang hilang.” (Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah 1/60)

Al-Imam Sufyan Ats-Tsawri (161 H) berkata:

استوصوا بأهل السنة خيراً فإنهم غرباء وقال: ما أقل أهل السنة والجماعة

“Aku wasiatkan kalian agar bermu'amalah bersama Ahlussunnah dengan baik, karena mereka adalah ghuroba’ (orang-orang yang asing karena mengamalkan sunnah). Dan beliau berkata, "Betapa sedikitnya Ahlussunnah wal Jama’ah"." (Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah 1/64)

Al-Imam Al-Fudhoil bin 'Iyadh (187 H) berkata:

أهل الإرجاء يقولون: الإيمان قول بلا عمل، وتقول الجهمية: الإيمان المعرفة بلا قول ولا عمل، ويقول أهل السنة: الإيمان المعرفة والقول والعمل

"Murji'ah berkata, Iman adalah perkataan tanpa perbuatan, sedangkan Al-Jahmiyyah berkata, Iman itu ma'rifah (mengenal dengan hati semata) tanpa direalisasikan dengan perkataan maupun perbuatan. Adapun Ahlussunnah berkata, Iman itu mengenal dengan hati, perkataan dan perbuatan." (Tahdzibul Atsar tahqiq DR. Nashir Sa'ad Ar-Rosyid 2/182)

Al-Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (456 H) berkata, “Dan Ahlussunnah sebagaimana yang telah kami sebutkan mereka adalah ahlul haq, sedangkan selain mereka adalah ahlul bid’ah. Maka Ahlussunnah (utamanya) adalah para Shohabat rodhiyallahu ‘anhum, serta siapa saja yang menempuh manhaj mereka dari orang-orang pilihan dari kalangan Tabi’in, kemudian para Ulama ahli hadits dan orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan ahli fiqh dari setiap generasi sampai sekarang, dan orang-orang yang istiqomah mengikuti mereka dari kalangan awam baik yang ada di Timur bumi maupun di Barat. Semoga Allah merahmati mereka semua.” (Al-Fishol fil Milal wal Ahwa wan Nihal 2/281)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, “Adakalanya penyebutan Ahlussunnah dimaksudkan bagi orang-orang yang menetapkan kekhilafahan yang tiga (Abu Bakr, 'Umar, Utsman), maka termasuk dalam pengertian ini semua kelompok selain “Syiah Rofidhoh”. Akan tetapi, kata Ahlussunnah adakalanya hanya dimaksudkan bagi ahli hadits atau orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah saja, maka tidak termasuk dalam pengertian ini selain orang-orang yang menetapkan sifat-sifat Allah, meyakini Al-Qur’an itu (kalamullah) bukan makhluk, Allah akan dilihat di Akhirat, menetapkan taqdir Allah dan selain itu yang menjadi prinsip-prinsip yang ma'ruf di kalangan ahlul hadits dan Ahlussunnah.” (Minhajussunnah An-Nabawiyyah 2/163)

Artinya penyebutan Ahlussunnah secara umum adalah semua pihak yang menisbatkan diri kepada Islam selain “Syiah Rofidhoh”. Sedangkan penisbatan Ahlussunnah secara khusus hanyalah bagi orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau serta selamat dari kebid’ahan-kebid'ahan (baik yang menyebabkan kekafiran atau tidak). Maka keluar dari pengertian yang khusus ini segenap ahlul ahwa’ dan ahlul bida’ semisal khowarij, jahmiyyah, murji’ah, syiah, mu'tazilah, asy'ariyyah, musyabbihah, mujassimah, thoriqot Shufiyyah dan segenap turunannya yang tergolong ahlul bid’ah kontemporer, semacam Ikhwanul Muslimin maupun harokah yang berafiliasi dengan mereka, hizbut tahrir, jamaah tabligh, jama'atul jihad, ISIS dan selainnya yang  telah diperingatkan oleh para Ulama atas kebatilan manhaj maupun aqidah mereka.

Kendati demikian, semua pihak bisa saja mengaku Ahlussunnah tetapi yang menjadi ibroh hanyalah pemahaman dan pengamalan, bukan pengakuannya semata. Dan kadar keahlussunnahan seseorang berbeda-beda, sesuai dengan ilmu, pemahaman dan pengamalannya. Syaikh Al-'Allamah Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin berkata:

والنقص من هذه الخصائص لا يُخرج الإنسان عن كونه من الفرقة الناجية، لكن لكلٍ درجات مما عملوا، والنقص في جانب التوحيد ربما يخرجه عن الفرقة الناجية، مثل الإخلال بالإخلاص، وكذلك في البدع ربما يأتي ببدع تخرجه عن كونه من الفرقة الناجية

"Dan adanya kekurangan dari sebagian karakteristik Ahlussunnah (seperti dalam hal akhlaq atau mu'amalah) tidaklah serta-merta mengeluarkan dirinya dari lingkup "Al-Firqotun Najiyah" (Ahlussunnah atau golongan yang selamat) namun pada setiap tingkatan akan mendapat balasan sesuai amal yang mereka perbuat. Adapun bila kekurangannya dari sisi tauhid maka bisa mengeluarkan dirinya dari lingkaran "Al-Firqotun Najiyah", seperti hilangnya keikhlasan (berbuat kesyirikan). Begitu juga dengan kebid’ahan, yakni bid’ah-bid’ah yang dilakukannya bisa membuatnya keluar dari lingkaran "Al-Firqatun Najiyah"." (Majmu' Fatawa wa Rosa'il 1/39)

Lalu apa hikmahnya umat Islam sepeninggal Nabi shollallahu 'alaihi wasallam berpecah belah, ada Ahlussunnah, ada ahlul bid'ah? 

Syaikh Al-'Allamah Sholih Al-Fawzan menjelaskan, "Hikmah terjadinya perpecahan dan percekcokan sebagai ujian bagi hamba-Nya sehingga terbedakanlah siapa yang betul-betul mencari kebenaran dan siapa yang lebih mengedepankan hawa nafsunya dalam beragama serta fanatik buta. Dan para Ulama senantiasa muncul di setiap generasi melarang mereka dari perpecahan (yang disebabkan oleh bid'ah dan kebatilan) dan senantiasa mewasiatkan mereka untuk berpegah teguh dengan Al-Qur'an dan sunnah Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wasallam dalam kitab-kitab mereka. Seperti yang engkau dapati dalam shohih Al-Bukhori, beliau menyusun satu kitab khusus yang berjudul "Al-I'tishom bil Kitab was Sunnah"." (Lamhah ‘Anil Firoqid Dhollah hal. 23)

Maka "Ahlussunnah wal Jama'ah" adalah orang-orang yang merujuk kepada manhaj (cara beragama) Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau, baik dalam perkara aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, dakwah, jihad, siyasah, amar ma'ruf nahi munkar, wala dan baro'. Sedangkan lawan Ahlussunnah adalah "Ahlul Bid'ah wal Furqoh" yang menyelisihi jalan Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabatnya. Bid'ah inilah yang menjadi sebab utama perpecahan sekalipun tampil dengan kesan persatuan.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar