Kamis, 11 Agustus 2016

Jenis-Jenis "Al-Khouf" (Takut)

"Al-Khouf" (takut) kepada Allah termasuk ibadahnya hati sebagaimana "Al-Mahabbah" (cinta) dan "Ar-Roja'" (berharap). Allah berfirman:

إنما ذلكم الشيطان يخوف أولياءه فلا تخافوهم وخافون إن كنتم مؤمنين

“Sesungguhnya mereka hanyalah syaithon yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Al-‘Imron: 175)

يخافون ربهم من فوقهم

“Mereka takut kepada Tuhan (yang berkuasa) di atas mereka." (An-Nahl: 50)

وإياي فارهبون

“Dan takutlah hanya kepada-Ku saja.” (Al-Baqoroh: 40)

فلا تخشوا الناس واخشون

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.” (Al-Ma’idah: 44)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa "Al-Khouf" (takut) adalah amalan hati yang dituntut padanya keikhlasan.

Syaikh Al-'Allamah Abdurrohman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab An-Najdi menyebutkan pembagian "Al-Khouf":

1. "Khoufus Sirr" (takut yang tersembunyi dalam hati dan takut jenis ini yang dikhususkan kepada Allah). Karena tersembunyinya itu ada orang yang takut kepada pihak-pihak selain Allah seperti berhala atau thoghut yang diyakini sanggup menimpakan sesuatu yang tidak disukainya. Sebagaimana firman Allah tentang kaumnya Nabi Hud ketika mereka berkata kepada Nabi-nya:

“Kami tegaskan bahwa sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Dia (Hud) berkata, “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan dengan yang lain, maka jalankanlah semua makar tipu daya kalian terhadapku jangan kalian tunda-tunda lagi.” (Hud 54-55)

Allah juga berfirman, “Mereka menakut-nakutimu dengan sesembahan selain-Nya.” (Az-Zumar: 36)

"Khoufus Sirr" inilah yang umumnya dialami oleh para penyembah kubur dan yang semisalnya seperti berhala-berhala (yang dikhawatirkan kemurkaannya). Mereka takut kepada berhala-berhala tersebut dan menjadikannya untuk menakut-nakuti hamba-hamba Allah yang bertauhid tatkala mengingkari kemusyrikan mereka serta memerintahkan untuk menghambakan dirinya hanya kepada Allah semata. Takut seperti ini dapat menggugurkan ketauhidan seseorang secara total.

2. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya karena takutnya dia kepada manusia. Takut jenis yang kedua ini takut yang diharomkan dan termasuk perbuatan syirik kepada Allah, namun belum sampai mengugurkan ketauhidannya akan tetapi merusak kesempurnaan tauhidnya kepada Allah. Inilah yang menjadi sebab turunnya ayat:

“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rosul-Nya) dimana ketika ada orang-orang yang berkata kepada mereka, “Orang-orang (Quroisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata ucapan itu justru menambah kuat keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhoan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar. Sesungguhnya mereka hanyalah syaithon yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman setianya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Al-‘Imron: 173 - 175)

Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala berkata kepada hamba-Nya pada hari kiamat, “Apa yang menghalangimu jika engkau melihat kemungkaran engkau tidak mengubahnya?” Hamba itu menjawab, “Wahai Tuhanku, aku takut kepada manusia.” Allah berkata, “Aku-lah yang lebih berhak engkau takuti.” (Ta’liq: Hadits ini shohih dan Syaikh Al-Albani menshohihkannya dalam Silsilah Ash-Shohihah 929)

3. "Al-Khoufut Thobi’i’ (takut yang manusiawi) yaitu seseorang takut dari serangan musuh atau ancaman binatang buas atau yang semisalnya. Takut yang seperti ini tidaklah tercela, sebagaimana firman Allah tentang Nabi Musa, “Maka keluarlah dia (Musa) dari kota itu dengan rasa takut lagi waspada (jika ada yang menyusul atau menangkapnya).” (Al-Qoshosh: 21)." 

Syaikh juga menjelaskan, "Makna firman Allah, “Sesungguhnya mereka hanyalah syaithon yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya” yaitu wali-wali mereka atau teman-teman setia mereka yang menakut-nakuti kalian. “Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman” yakni larangan Allah bagi kaum Mukminin yang takut kepada selain-Nya serta  memerintahkan mereka agar membatasi rasa takutnya itu hanya kepada Allah semata. Maka mereka pun tidaklah takut melainkan kepada Allah saja.

Inilah prinsip keikhlasan yang Allah perintahkan atas segenap hamba-Nya dan akan mendatangkan keridhaan-Nya. Jika seorang hamba mengikhlaskan rasa takutnya serta mengikhlaskan segenap amalan ibadahnya, maka Allah akan memberikan apa yang mereka inginkan dan Allah akan menjadikan mereka aman dari berbagai ketakutan dunia dan akhirat. Allah berfirman:

“Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya? Mereka menakut-nakutimu dengan sesembahan selain Dia. Barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (Az-Zumar 36)

Al-‘Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata, “Dan di antara makar musuh Allah adalah menakut-nakuti kaum mukminin dengan bala tentaranya dan wali-walinya, sehingga kaum Mukminin tidak mau memerangi mereka, tidak pula memerintahkan mereka kepada yang ma’ruf, tidak melarang mereka dari yang mungkar. Dan Allah telah memberitakan bahwa yang demikian itu adalah bentuk tipu daya syaithon dalam menakut-nakuti orang-orang yang beriman.” Para mufassirin berkata, bahwa makna syaithon menakut-nakuti kalian dengan wali-walinya sebagaimana yang dinyatakan oleh Qotadah, “Dia syaithon membesar-besarkan wali-walinya dalam dada-dada kalian. Manakala keimanan kalian menguat, akan hilanglah dari hatinya rasa takut yang dihembuskan oleh wali-wali syaithon. Namun di saat keimanan kalian melemah maka akan menguatlah rasa takut yang dihembuskan oleh mereka. Maka ayat tersebut sebagai dalil bahwa mengikhlaskan "al-khouf" sebagai penyempurna dari syarat-syarat keimanan." (Fat-hul Majid hal. 362-363 - Tanbihat Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi dan ta’liq Syaikh bin Baz)

Semoga Allah menjadikan kita sebagai muwahhidin yang pemberani dalam berjihad di jalan-Nya.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar