Selasa, 28 Juni 2016

Fitnah Smartphone dalam Masjid (Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr hafidzhohullah)

Kenyataan yang sangat memprihatinkan sehubungan dengan fitnah Smartphone di dalam masjid di antaranya:

1. Kurangnya pemuliaan terhadap masjid dan tidak menjadikan masjid sebagaimana fungsinya. 

2. Smartphone melalaikan orang yang i'tikaf dalam masjid dari amalan dzikir kepada Allah. Hakikatnya dia "beri'tikaf" dengan Smartphonenya bukan beri'tikaf untuk ibadah kepada Allah.

3. Seusai salam yang dicari Smartphonenya dalam saku bukan berdzikir kepada Allah.

4. Menghitung dzikir dengan cara mengikuti gerakan jari saat memegang Smartphone.

5. Minta difoto ketika sedang duduk tasyahhud atau berdoa mengangkat tangan di sisi Ka'bah padahal sebetulnya dia tidak sedang sholat dan tidak sedang berdoa. Kedua tangannya diangkat tidak untuk Allah tetapi untuk manusia.

6. Tidak ada faidahnya memfoto diri dan mengambil gambar para Ulama yang menyampaikan pelajaran. Perbuatan ini termasuk perkara yang harom dan sia-sia.

7. Terdengarnya suara musik dalam masjid yang berasal dari Smartphone saat berlangsungnya sholat berjamaah. Tidaklah seseorang ruku' dan sujud kecuali yang terdengar hanya suara musik, ini musibah yang besar!

8. Bermain game dalam masjid dan mengganggu orang-orang yang sedang sholat dan sedang berdzikir, ini adab yang tercela.

Maka hendaknya tidak membawa Smartphone ke dalam masjid kecuali jika ada kebutuhan dan membawa manfaat. Kami memohon kepada Allah 'azza wa jall agar memperbaiki diri-diri kita semua. (Faidah dari Nasehat Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr via mp3)

Para Ulama kontemporer seperti Syaikh Abdul Muhsin Al-'Abbad, Syaikh Al-Fawzan, Syaikh Robi' Al-Madkholi, demikian pula para Ulama sebelum mereka yaitu Syaikh bin Baz, Syaikh Al-Albani, Syaikh Al-'Utsaimin -fatwa terakhir beliau-, Syaikh Muqbil, Syaikh Ahmad An-Najmi sangat mengingkari bila ada orang yang mengambil gambar mereka. Tidak seperti perbuatan sebagian orang yang bermudah-mudahan dalam perkara ini.

Adapun dakwah para Massyayikh yang disiarkan langsung melalui televisi maupun rekaman kajian secara visual maka hal itu lantaran adanya kebutuhan dan kemaslahatan.

Syaikh Al-'Allamah Al-‘Utsaimin berkata:

وما كان تحريمه تحريم الوسائل فإنه يجوز عند الحاجة إليه

“Dan segala sesuatu yang pengharomannya karena wasa'il (yakni dapat menjadi perantara kepada perkara yang harom bukan harom karena dzatnya) maka dalam kondisi tertentu menjadi diperbolehkan manakala adanya kebutuhan." (Majmu’ Fatawa wa Rosa'il 12/288)

Sedangkan perkara yang diharomkan karena dzatnya baru diperbolehkan hanya dalam kondisi darurat. Seperti makan daging kucing ketika tidak ada makanan lain dan terancam mati. Demikian klasifikasi "al-muharromat" yang disampaikan oleh para Ulama.

Maka layar kaca, monitor, televisi harom bukan karena dzatnya akan tetapi karena wasa'il (dapat menjadi wasilah kepada perkara yang harom) sehingga diperbolehkan bila adanya hajat syar'iyyah dan kemaslahatan yang kuat.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar