Rabu, 01 Juni 2016

Cahaya Hikmah, Buruk Sangka Terhadap Diri, Membedakan Nikmat dari Ujian

Ada tiga perkara yang menjadi alamat kebahagiaan dan keselamatan pada diri seorang hamba. Apabila ketiga perkara ini diwujudkan dengan sebenar-benarnya, maka dia akan menyadari nikmat Allah secara hakiki.

Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah membawakan penjelasan para Ulama bahwa tiga perkara yang dimaksud adalah cahaya hikmah, buruk sangka terhadap diri sendiri, membedakan antara nikmat dan ujian. Beliau berkata:

 ونور الحكمة ههنا هو العلم الذي يميز به العبد بين الحق والباطل والهدى والضلال والضار والنافع والكامل والناقص والخير والشر ويبصر به مراتب الأعمال راجحها ومرجوحها ومقبولها ومردودها وكلما كان حظه من هذا النور أقوى كان حظه من المحاسبة أكمل وأتم

"Cahaya hikmah di sini maknanya adalah ilmu yang dengannya seseorang dapat membedakan al-haq dari al-batil, petunjuk dari kesesatan, antara maslahat dan mafsadah, antara yang sempurna dan yang kurang, serta baik dan buruk. Dengan cahaya hikmah ini dia akan mampu melihat tingkatan-tingkatan amal, yakni mana yang penting dari yang tidak penting, mana yang diterima dan mana yang ditolak. Maka selama cahaya hikmahnya ini menguat, muhasabah dirinya pun akan menjadi lebih sempurna.

وأما سوء الظن بالنفس فإنما احتاج إليه لأن حسن الظن بالنفس يمنع من كمال التفتيش ويلبس عليه فيرى المساوىء محاسن والعيوب كمالا

Sedangkan buruk sangka terhadap diri sendiri amat diperlukan, sebab baik sangka terhadap diri sendiri akan menghalangi seseorang dari koreksi serta mengaburkan berbagai permasalahan. Dia akan melihat keburukan-keburukannya sebagai kebaikan, demikian pula aib-aib dirinya nampak seolah sebagai kesempurnaan.

وأما تمييز النعمة من الفتنة فليفرق بين النعمة التي يرى بها الإحسان واللطف ويعان بها على تحصيل سعادته الأبدية وبين النعمة التي يرى بها الإستدراج فكم من مستدرج بالنعم وهو لا يشعر مفتون بثناء الجهال عليه مغرور بقضاء الله حوائجه وستره عليه وأكثر الخلق عندهم

Adapun membedakan nikmat dari ujian ialah membedakan antara nikmat yang dilihatnya sebagai kebaikan, kelembutan serta dapat membawanya kepada kenikmatan abadi, dengan kenikmatan yang membuat dirinya terpedaya. Betapa banyak orang yang terpedaya dengan kenikmatan sementara dia tidak menyadarinya. Dia terpedaya dengan pujian orang-orang yang bodoh, terpedaya dengan pemberian Allah atas berbagai kebutuhan hidupnya. Dan memang mayoritas orang dalam hal ini tidak merasakannya." (Madarijus Salikin hal 171 & 172)

Semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada jalan yang diridhoi-Nya.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar