Senin, 18 April 2016

Percaya Jimat Budaya Jahiliyyah

Abus Sa'adat berkata, "Tamimah adalah sejenis jimat yang dahulu orang-orang Arab lekatkan pada anak-anak mereka agar terlindungi dari penyakit ‘ain (mata hasad) menurut sangkaannya; lalu Islam datang menghapus (keyakinan jahiliyyah) tersebut." (Fat-hul Majid hal. 134)

Para Ulama sepakat bahwa memakai tamimah hukumnya syirik, sebab tidak ada yang dapat menolak mudhorot dan mendatangkan manfaat selain Allah semata. Allah berfirman:

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ  كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Kalau begitu tahukah kamu tentang apa yang kamu sembah selain Allah; jika Allah hendak mendatangkan mudharat kepadaku, apakah mereka mampu menghilangkan mudhorott itu? Atau jika Allah hendak menurunkan rahmat kepadaku, apakah mereka dapat mencegah-Nya? Katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku, kepada-Nyalah orang-orang bertawakkal berserah diri.”(Az-Zumar: 38)

Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang mengalungkan tamimah maka ia telah berbuat kesyirikan (menyekutukan Allah).” (HR. Al-Hakim dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam "Silsilah Ash-Shohihah" 492)

Hudzaifah bin Al-Yaman ketika melihat seseorang yang di tangannya memakai tamimah seperti benang untuk menjaga diri dari penyakit demam, maka beliau langsung memutusnya seraya membaca firman Allah, “Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka mempersekutukan-Nya.” (Yusuf: 106 - Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Lalu bagaimana hukumnya jika seseorang memakai jimat namun dia tetap meyakini hanya Allah yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot?

Jawab, hukumnya syirik kecil, karena Allah tidak menjadikan jimat sebagai sebab yang disyariatkan untuk berobat, bahkan sebab akibat jimat itu tidak dapat dinalar oleh akal sehat.

Perbuatan semacam itu tergolong syirik kecil karena di sana ada unsur menggantungkan diri kepada selain Allah. Dia menyekutukan Allah dengan bersandar kepada Allah dan juga bersandar kepada sesuatu yang batil. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang menggantungkan hatinya pada sesuatu maka urusannya itu akan diserahkan kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi 2072 dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam "Shohih Sunan At-Tirmidzi)

Akan tetapi syirik kecil dapat menjadi wasilah (perantara) yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam syirik besar; bila jimat tersebut dipercaya mampu mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot dengan sendirinya tanpa mengakui kekuasaan Allah.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa': 48)

Kendati demikian, para Ulama berselisih pendapat jika tamimah itu berasal dari ayat-ayat Qur’an. Sebagian dari mereka membolehkannya seperti Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash (riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh bin Baz, -pent), ‘Aisyah, Abu Ja’far Al-Baqir, Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, dan mereka mengklaim hadits-hadits yang melarang ialah tamimah yang mengandung unsur kesyirikan. Sedangkan para Ulama yang melarang secara mutlak ialah Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Hudzaifah, Uqbah bin ‘Amir, Ibnu Ukaim, sekelompok Ulama dari kalangan Tabi’in yaitu murid-murid Ibnu Mas’ud, dan Imam Ahmad dalam riwayat yang lain dan ini yang dipilih oleh mayoritas Hanabilah. (Fat-hul Majid hal. 141)

Namun pendapat yang lebih kuat menurut Syaikh Abdurrohman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab An-Najdi adalah pendapat yang melarang secara mutlak. Hal itu didasarkan beberapa alasan berikut:

1. Larangan menggunakan tamimah bersifat umum (baik yang berasal dari ayat Qur’an maupun selainnya) dan tidak ada dalil yang mengkhususkan keumuman larangannya.

2. Kaidah “saddudz dzari’ah” (menutup celah) dari memakai tamimah selain ayat Qur’an atau yang mengandung kesyirikan.

3. Orang yang mengalungkan tamimah dari ayat Qur’an umumnya sering terbawa masuk ke tempat-tempat buang air, perbuatan ini bisa tergolong menghinakan Al-Qur’an. (Fat-hul Majid Syarh Kitab At-Tauhid hal. 142)

Maka bagaimanapun bentuk tamimah sudah semestinya kita tinggalkan demi merealisasikan tauhid (penghambaan diri) kita kepada Allah dengan bertawakkal. Camkan firman Allah:

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal (menggantungkan diri hanya) kepada Allah niscaya Allah akan memberinya kecukupan.” (Ath-Tholaq: 2)

Fikri Abul Hasan


0 comments:

Posting Komentar