Kamis, 03 Maret 2016

Rambu-Rambu Ijtihad

Ijtihad secara bahasa artinya mencurahkan segala usaha guna meraih perkara yang berat. Sedangkan secara istilah maknanya mencurahkan segala usaha untuk mencapai kepastian hukum syar’i. Adapun mujtahid adalah pelakunya yaitu orang yang mengerahkan segala kemampuannya dalam hal tersebut.

Ijtihad memiliki beberapa syarat di antaranya sebagai berikut:


أن يعلم من الأدلة الشرعية ما يحتاج إليه في اجتهاده كآيات الأحكام وأحاديثها. أن يعرف ما يتعلق بصحة الحديث وضعفه؛ كمعرفة الإسناد ورجاله، وغير ذلك. أن يعرف الناسخ والمنسوخ ومواقع الإجماع حتى لا يحكم بمنسوخ أو مخالف للإجماع!، أن يعرف من الأدلة ما يختلف به الحكم من تخصيص، أو تقييد، أو نحوه حتى لا يحكم بما يخالف ذلك. أن يعرف من اللغة وأصول الفقه ما يتعلق بدلالات الألفاظ؛ كالعام والخاص والمطلق والمقيد والمجمل والمبين، ونحو ذلك؛ ليحكم بما تقتضيه تلك الدلالات. أن يكون عنده قدرة يتمكن بها من استنباط الأحكام من أدلتها. والاجتهاد قد يتجزأ فيكون في باب واحد من أبواب العلم، أو في مسألة من مسائله

1. Memiliki pengetahuan tentang dalil-dalil syar’i yang dibutuhkan dalam ijtihadnya itu seperti ayat-ayat hukum dan hadits-haditsnya.

2. Mengetahui segala sesuatu yang berkenaan dengan shohih atau dho’ifnya suatu hadits seperti pengenalannya terhadap sanad, rijal (para perowinya) dan selain itu.

3. Mengetahui nasikh (ayat atau hadits yang menghapus) dan mansukh (ayat atau hadits yang dihapus) serta tempat-tempat terjadinya ijma’ sehingga ia tidak menghukumi dengan sesuatu yang mansukh atau menyelisihi ijma’.

4. Mengetahui dalil-dalil yang diperselisihkan hukumnya dari takhshis (pengkhususan), ataupun taqyid (yang mengikat) atau semisalnya sehingga tidak menghukumi dengan sesuatu yang menyelisihi hal tersebut.

5. Mengetahui bahasa Arab dan ushul fiqh yang berkaitan dengan penunjukkan-penunjukkan lafal, seperti ‘am (umum), khosh (khusus), mutlaq (mutlak), muqoyyad (terikat), mujmal (global), mubayyan (rinci) dan semisal itu sehingga menghukumi sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh lafal-lafal tersebut.

6. Memiliki kemampuan dalam mengambil kesimpulan hukum berdasarkan dalil-dalilnya.

Dan perkara ijtihad ini bisa terbagi-bagi, terkadang terjadi pada satu bab dari bab-bab ilmu, atau pada satu permasalahan dari berbagai masalah.

Seorang Mujtahid pada Prakteknya


يلزم المجتهد أن يبذل جهده في معرفة الحق، ثم يحكم بما ظهر له فإن أصاب فله أجران: أجر على اجتهاده، وأجر على إصابة الحق؛ لأن في إصابة الحق إظهاراً له وعملاً به، وإن أخطأ فله أجر واحد، والخطأ مغفور له؛ لقوله صلّى الله عليه وسلّم:

Seorang mujtahid harus mengerahkan segala kemampuannya dalam mengetahui yang benar untuk kemudian memutuskan hukum dengan apa yang nampak darinya. Jika ia benar maka ia mendapatkan dua pahala, yakni pahala atas cara ijtihadnya yang benar serta pahala atas hasil ijtihadnya yang mencocoki kebenaran. Karena dengan hasil ijtihadnya yang benar itu ia telah menampakkan yang benar dan beramal dengannya. Namun jika cara ijtihadnya benar tetapi hasilnya tidak mencocoki kebenaran maka ia mendapat satu pahala karena cara ijtihadnya yang benar dan bukan karena kesalahannya, dan kesalahannya diampuni. Sebagaimana sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam:


“إذا حكم الحاكم فاجتهد، ثم أصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد، ثم أخطأ فله أجر”

“Apabila seorang hakim berijtihad dan hasil ijtihadnya benar maka ia mendapatkan dua pahala, namun jika hasilnya salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala.”


وإن لم يظهر له الحكم وجب عليه التوقف، وجاز التقليد حينئذٍ للضرورة

Akan tetapi jika hukum tersebut belum nampak baginya, maka wajib atasnya untuk tawaqquf (menahan diri), dan boleh baginya bertaqlid dalam keadaan darurat. (Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul hal. 86) 

___________________________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar