Selasa, 08 Maret 2016

Berjalan Di atas Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

Kata "As-Sunnah" secara bahasa artinya thariqah yaitu jalan. Sedangkan secara istilah pengertiannya jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau ajaran-ajaran beliau. Al-Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata:

 اعلم أن الإسلام هو السنة والسنة هي الإسلام ولا يقوم أحدهما إلا بالآخر 

“Ketahuilah, sesungguhnya Islam itu adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam dan tidak akan tegak salah satunya kecuali dengan menegakkan yang lainnya.” (Syarhussunnah Al-Barbahari hal. 21)

Namun bila ditinjau dari jenisnya kata "As-Sunnah" ada dua macam sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Imam Mak-hul rahimahullah:

 السنة سنتان سنة الأخذ بها فريضة وتركها كفر وسنة الأخذ بها فضيلة وتركها إلى غير حرج 

“As-Sunah itu ada dua macam, yakni sunnah yang wajib kita berpegang dengannya dan meninggalkannya adalah kufur, dan sunnah yang bila mengerjakannya mendapat pahala dan meninggalkannya tidak berdosa.” (Asy-Syari’ah Al-Imam Al-Ajurri 1/424 no.108)

Maka sunnah yang pertama adalah sunnah dalam pengertian syari’ah secara umum berupa amalan-amalan yang wajib. Sedangkan jenis yang kedua adalah sunnah dalam pengertian mustahab yakni amalan yang dianjurkan. 

Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafidzhahullah menerangkan lebih lanjut tentang pengertian As-Sunnah sebagai berikut, “Sesungguhnya syari’at Islam yang sempurna ini adalah sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam makna yang umum. Dan sesungguhnya kata sunnah itu dimutlakkan kepada empat makna:

Pertama, semua yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Sunnah beliau di sini pengertiannya jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal itu berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa yang membenci sunnahku (ajaranku) maka ia bukan termasuk dari golonganku.” (HR. Al-Bukhari 5063 dan Muslim 1401) 

Kedua, sunnah bermakna Al-Hadits, pengertian ini bila digandengkan dengan kata Al-Qur’an. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, (jika kalian berpegang teguh dengannya) kalian tidak akan sesat yaitu kitabullah dan sunnahku.” (Al-Hakim dalam Mustadraknya 1/93). Sebagian Ulama ketika menyebutkan beberapa permasalahan berkata, “Hal ini telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’. 

Ketiga, sunnah lawan dari kata bid’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Sungguh barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian (saat melihat perselisihan itu) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’urrasyidin Al-Mahdiyin sepeninggalku, gigitlah ia (sunnah-sunnah itu) dengan gigi-gigi gerahammu. Dan hati-hatilah kalian dari perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama (bid’ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud 4607 dan ini lafalnya, Ibnu Majah 43-44, At-Tirmidzi 2676 dan beliau berkata hadits ini hasan shahih) Begitu pula para Ulama mutaqaddimin dari kalangan ahlul hadits menamakan kitab-kitab mereka yang membahas tentang aqidah dengan “As-Sunnah”. Seperti kitab As-Sunnah karya Muhammad bin Nashr Al-Mawarzi, As-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim, As-Sunnah karya Al-Lalika’i dan selain mereka. Dalam kitab Sunan Abi Dawud terdapat “Kitabus Sunnah” yang isinya meliputi hadits-hadits yang berhubungan dengan pembahasan aqidah. 

Ke-empat, sunnah dengan makna mandub atau mustahab yaitu perintah yang bersifat anjuran bukan kewajiban. Sunnah dalam pengertian ini dimutlakkan oleh kalangan fuqaha’ (Ahli Fiqh). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka bersiwak di setiap kali hendak shalat.” (HR. Al-Bukhari 887 dan Muslim 252 - Al-Hats ‘alat Tiba’issunnah wat Tahdzir minal Bida’ wa Bayan Khathariha” hal. 17-20)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar