Rabu, 27 Januari 2016

Benarkah Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain Ma'shum?

Di antara dalil yang sering disitir oleh kelompok Syiah untuk menetapkan Ali dan keluarganya sebagai orang-orang yang ma'shum (terjaga dari kesalahan) adalah hadits "Al-Kisa'" (kain) yang diriwayatkan oleh Aisyah rodhiyallahu 'anha. 

Bunyi riwayatnya sebagai berikut, bahwa suatu pagi Nabi shollallahu 'alaihi wasallam keluar dengan menggunakan mirth (pakaian dari wol) yang bergambar pelana unta, kemudian beliau memasukkan Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain ke dalamnya seraya membaca firman Allah:


إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا

"Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya." Al-Ahzab 33 (HR. Muslim 2424)

Hadits shohih ini diklaim oleh kelompok Syiah untuk menetapkan Ali dan keluarganya ma'shum sebab Allah telah menghilangkan semua dosa-dosa mereka. Karena itu mereka pihak yang paling pantas memegang kekhilafahan atas Abu Bakr, Umar dan Utsman.

Begitu akal-akalan kelompok Syiah ketika menerjemahkan hadits sesuai selera hawa nafsunya. Berikut beberapa alasan yang menunjukkan batilnya pemahaman mereka:

1. Ayat ke 33 surat Al-Ahzab disebut dengan ayat tath-hir (penyucian). Ayat ini sesungguhnya terkait isteri-isteri Nabi sebagaimana dijelaskan dalam kelengkapan firman Allah pada ayat sebelum dan setelahnya:

"Wahai isteri-isteri Nabi! Kalian tidak seperti wanita-wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kalian tunduk (melembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkitlah nafsu orang yang ada dalam penyakit hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tetaplah kalian menetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat,  dan taatilah Allah dan Rosul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (As-Sunnah). Sungguh Allah Mahalembut lagi Maha Mengetahui." (Al-Ahzab: 32-34)

Ayat di atas sebetulnya terkait isteri-isteri Nabi rodhiyallahu 'anhunna. Kalimat ليذهب عنكم (dengan kata ganti "kum" untuk laki-laki) bukan dengan lafal عنكن "kunna" (kata ganti untuk wanita), begitupula firman Allah ويطهركم dan bukan ويطهركن; di sini Allah menyebutkan mim jama' bukan nun niswah (kata ganti untuk wanita) karena kata isteri sudah tercakup dalam penyebutan suami. Sedangkan beliau adalah pemimpin ahlul bait, sebagaimana firman Allah yang lain:

"Mereka (para Malaikat) berkata, "Mengapa engkau merasa heran dengan ketetapan Allah? Itu adalah rahmat dan barokah-Nya dicurahkan kepada kamu wahai ahlul bait!" (Hud: 73)

Dalam ayat ini Allah menyebut ahlul bait yang mencakup Ibrohim dan isterinya. Maka yang menjadi objek pembicaraan dalam surat Al-Ahzab 32-34 adalah isteri-isteri Nabi sebab ayat tersebut saling berkaitan dengan ayat sebelumnya, "Dan tetaplah kamu menetap di rumahmu", kemudian dilanjutkan dengan firman-Nya, "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu".

2. Firman Allah dengan lafal عنكم ialah mencakup Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersama isteri-isteri beliau, bukan Ali, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Kendati demikian Ali dan keluarganya termasuk Ahlul Bait berdasarkan hadits Al-Kisa' ketika beliau menyelimuti mereka dengan kain sembari membacakan ayat tersebut.

3. Makna ahlul bait meliputi isteri-isteri Nabi, termasuk Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain serta keluarga mereka. Hal itu berdasarkan riwayat Zaid bin Arqom ketika ada orang yang bertanya kepadanya, "Apakah isteri-isteri beliau termasuk ahlul bait?" Zaid menjawab, "Ya, isteri-isteri beliau termasuk ahlul bait. Akan tetapi ahlul bait (secara umum) adalah yang tidak boleh menerima shodaqoh, mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga Al-Abbas." (Riwayat Muslim 3408)

4. Kandungan ayat tath-hir tidak menunjukkan Allah telah menghilangkan semua kejelekan dari mereka. Karena irodah (keinginan) Allah di sini adalah irodah syar'iyyah dalam konteks mahabbah (kecintaan). Artinya Allah senang menghilangkan dosa dari Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain, isteri-isteri Nabi serta keluarga Aqil, Ja'far, Al-Abbas. Sama sekali bukan bermakna ma'shum seperti ma'shumnya Nabi shollallahu 'alahi wasallam.

5. Penyucian dari dosa tidak hanya dikhususkan bagi Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain, akan tetapi meliputi orang-orang yang beriman. Allah berfirman:

"Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka." (At-Taubah: 103)

Jika mengikuti logika Syiah dan analogi mereka yang batil maka mestinya kaum Mukminin juga tergolong ma'shum!

6. Hilangnya dosa dan kejelekan pada diri Ali tidak lantas menunjukkan terpilihnya beliau sebagai kholifah sepeninggal Nabi. Sebab Ali sendiri ridho dengan kepemimpinan Abu Bakr, Umar, Utsman. Maka penyebutan Ali dan keluarganya dalam hadits Al-Kisa' hanya menunjukkan keutamaan dan kedudukan mereka, tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan umat. (Faidah dari kitab, "Hiqbah minat Tarikh" Syaikh 'Utsman Al-Khomis hal. 197-202)

7. Ketika turun ayat, “Dan berilah peringatan pada keluarga terdekatmu.” Beliau berdiri dan bersabda, “Wahai orang-orang Quroisy -atau ungkapan yang semisal- Tebuslah diri-diri kalian karena sungguh aku tidak kuasa sedikitpun melindungi kalian di hadapan Allah kelak. Wahai Bani Abdi Manaf! Aku tidak bisa melindungi engkau sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Abbas bin Abdil Muttholib! Aku tidak kuasa melindungi engkau sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Shofiyyah bibi Rosulillah! Aku tidak kuasa melindungi engkau sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah bintu Muhammad, mintalah dari hartaku sesuka hatimu! Aku tidak kuasa melindungi engkau sedikitpun di hadapan Allah.” (HR. Al-Bukhori 2753 dan Muslim 206)

Riwayat ini juga menunjukkan tidak ma'shumnya ahlul bait Nabi sebab beliau sendiri tidak dapat menjamin keluarganya selamat dari ancaman Allah. Yang ma'shum hanyalah diri Nabi shollallahu 'alaihi wasallam. Inilah aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.
_________________________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar