Jumat, 15 Januari 2016

Perlukah Wanita Latihan Jihad?

Dalam sebuah riwayat disebutkan ‘Aisyah dan Ummu Sulaim ikut perjuangan jihad kaum muslimin, keduanya turun ke medan perang sambil memanggul wadah air untuk diberikan kepada para sahabat yang kehausan. Pertanyaannya apakah riwayat ini dapat menjadi dalil bahwa wanita muslimah boleh menjadi tentara dan ikut pelatihan jihad? 

Jawab: Riwayat tersebut shohih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori dalam shohihnya. Akan tetapi hal itu tidak menunjukkan bolehnya wanita menjadi tentara atau ikut latihan fisik guna mendukung jihad seperti yang dilakukan belakangan ini oleh sebagian Muslimah.

Syaikhah Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah berkata, “Bahwa riwayat tersebut sama sekali tidak menunjukkan bolehnya wanita menjadi tentara. Namun jika pelayanannya memang dibutuhkan dalam situasi perang atau untuk membela dirinya maka itu tidak dilarang.

Adapun seorang wanita menjadi tentara seperti yang dilakukan oleh perkumpulan kaum wanita di Shon’a (Yaman) maupun negeri-negeri lain, demi Allah ini bentuk penghinaan dan merendahkan kaum wanita, tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Peperangan yang dilancarkan oleh bangsa Amerika terhadap negeri-negeri Islam hanyalah satu dari sekian banyak peperangan yang mereka lakukan. Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wasallam:

“Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai seandainya mereka masuk ke lubang “dhobb” (kadal padang pasir) tentu kalian akan mengikutinya.” Kami (para Shohabat) bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nashoro?” Beliau menjawab, “Lalu siapa lagi?!” (HR. Muslim 4/2669)

Bergabungnya para wanita dalam dunia militer mengandung banyak kerusakan dan kemudhorotan. Alasannya sebagai berikut:

1. Tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, Nabi kita Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wasallam telah memperingatkan:

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.”

Aku nasehatkan kepada setiap muslimah yang menghendaki kebaikan untuk dirinya dan saudari-saudarinya, hendaknya dia ambil faidah dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang berjudul “Iqtidho’ Shirothil Mustaqim fi Mukholafati Ash-habil Jahim.”

2. Mengeluarkan kaum Muslimah dari rumahnya, karena hukum asalnya para wanita itu menetap di  dalam rumah. Allah berfirman:

“Dan hendaklah kalian para wanita menetap di rumah kalian.” (Al-Ahzab: 33)

3. Hilangnya rasa malu dan kewibawaannya sebagai seorang Muslimah dan tidak akan terjadi setelah itu kecuali kejelekan.

4. Tabarruj (berhias ala jahiliyah), dimana dia keluar dalam keadaan wajah dan tangannya terbuka. Terkadang kepala dan yang lainnya juga terbuka. Dia mengenakan pakaian ketat yang akan mengantarkan kepada fitnah dan kejelekan.

5. Perbuatannya itu justru menentang Allah dan Rosul-Nya shollallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Allah berfirman:

“Dan barangsiapa yang menentang Rosul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa': 115)

6. Pembebanan terhadap kaum wanita dengan sesuatu yang pada hakekatnya mereka tidak mampu menanggungnya. Sebab ini bukanlah tugas dan pekerjaan mereka. Justru dirinya butuh orang yang menjaganya dan melindunginya. Andai terjadi sesuatu di antara mereka, tidaklah akan didengar dari mereka kecuali jeritan. Karena wanita itu bangunannya lemah sebagaimana sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wasallam:

“Berlemah-lembutlah dengan "qowarir" (gelas-gelas kaca).” (Muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik)

Beliau menyerupakan dengan qowarir dikarenakan kelemahannya, gampang pecah dan hancur. (Nashihati Lin Nisa' hal. 125)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar