Kamis, 24 Desember 2015

Memutar Murattal Lalu Tidak Disimak Bagaimana Hukumnya?

Apabila kaset murattal bacaan Al-Qur’an diperdengarkan dalam sebuah majlis, akan tetapi sebagian orang yang hadir tidak menyimaknya karena sibuk mengobrol maka bagaimana hukumnya? Apakah yang berdosa itu salah seorang dari hadirin tersebut ataukah yang menyetelnya?

Syaikh Al-'Allamah Al-Albani رحمه الله menjawab:


الجواب عن هذه القضية يختلف باختلاف المجلس الذي يُتلى فيه القران من المُسجلة , فإن كان المجلس مجلس علم وذكر وتلاوة قران , فيجب –والحالة هذه – الإصغاء التام , ومن لم يفعل فهو آثم , لمخالفته بقول الله تبارك وتعالى في القران ( وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ )]الأعراف204

"Jawaban dalam permasalahan ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing majlis. Jika majlis tersebut adalah majlis ilmu dan dzikir serta dibacakan padanya ayat-ayat Al-Qur’an, maka para hadirin wajib diam sambil menyimak bacaannya. Siapa saja yang tidak berlaku seperti itu maka ia telah berdosa, karena menyelisihi firman Allah tabaraka wa ta’ala:

“Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarlah oleh kalian dan simaklah agar kalian mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204)


أما إذا كان المجلس ليس مجلس علم ولا ذكر ولا تلاوة قران , وإنما مجلس عادي , كأن يكون إنسان يعمل في البيت , أو يدرس أو يطالع , ففي هذه الحالة لا يجوز فتح آلة التسجيل , ورفع صوت التلاوة بحيث يصل إلى الآخرين الذين هم ليسوا مكـلفين بالسـماع , لأنهم لم يجـلسـوا له , والمسؤول هو الذي رفع صوت المسجلة وأسمع صوتها للآخرين , لأنه يُحرجُ على الناس , ويحملهم على أن يسمعوا للقران في حالة هم ليسوا مستعدين لها.

Adapun jika majlis tersebut bukanlah majlis ilmu, dzikir serta tilawah Qur’an yakni hanya majlis biasa seperti yang dilakukan orang di rumahnya, atau majlis belajar dan kajian, maka dalam kondisi seperti ini tidak boleh memutar murattal dan mengeraskan suaranya. Sebab mereka tidaklah bermajlis untuk  mendengarkan murattal. Dan hal itu sama saja memaksa orang lain untuk ikut mendengarkannya. Sedangkan yang menanggung dosa ialah orang yang mengeraskan murattal tersebut dan memperdengarkan suaranya itu kepada orang lain sementara mereka belum siap mendengarkannya.


وأقرب مثال على هذا : أن أحدنا يمر في الطريق , فيسمع من السمان , وبائع الفلافل , الذي يبيع أيضاً هذه الأشرطة المُسجلة ( الكاسيتات ) فقد ملأ صوت القران , وأينما ذهبت تسمع هذا الصوت , فهل هؤلاء الذين يمشون في الطريق – كل في سبيله – هم مكلفون أن ينصتوا لهذا القران الذي يُتلى في غير محله ؟! لا , وإنما المسؤول هو هذا الذي يُحرجُ على الناس , ويسمعهم صوت القران , إما للتجارة أو لإلفات نظر الناس , ونحو ذلك من المصالح المادية , فإذاً هم يتخذون القران من جهةٍ مزامير – كما جاء في بعض الأحاديث(12) , ثم هم يشترون بآيات الله ثمناً قليلاً في أسلوب آخر غير أسلوب اليهود والنصارى الذين قال الله عزوجل في حقهم في هذه الآية ( اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا )]التوبة9

Permisalan yang paling dekat dalam masalah ini ialah ketika seseorang melewati sebuah jalan lalu ia mendengar suara murattal yang keras berasal dari warung sembako yang juga menjual kaset murattal. Saking kerasnya suara murattal itu kemanapun ia melangkah ia pun tak dapat menghindarinya. Maka apakah semua orang yang melewati jalan tersebut dibebani kewajiban untuk diam dan menyimak bacaan Qur’an yang sesungguhnya bukan pada tempatnya itu?! Tentu tidak! Sebab yang menanggung dosa dalam hal ini ialah yang memaksa orang lain untuk mendengarkannya. Baik karena ia sebagai penjual kaset murattal atau semata-mata untuk menarik perhatian orang yang lalu lalang. Sungguh mereka telah menjadikan Al-Qur’an ini seperti seruling sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebagian al-hadits (Ash-Shahihah 979). Kemudian mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah namun dengan cara yang berbeda tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nashara dimana keadaan mereka telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah.” (At-Taubah: 9)." (Kaifa Yajib ‘alaina An-Nufasirral Qur’anal Karim - Soal 4)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar