Jumat, 11 Desember 2015

Hukum Ath-Thoharoh, Keutamaan & Caranya

Al-Imam An-Nawawi berkata, "Thoharoh secara bahasa artinya kebersihan atau kesucian dari segala kotoran. Sedangkan menurut istilah fuqoha "Ath-Thoharoh" adalah hilangnya hadats atau najis atau yang semakna dengan keduanya." (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab 1/79)
 
Abu Malik Kamal lebih lanjut menjelaskan makna thoharoh secara bahasa adalah kebersihan dari segala kotoran baik secara lahir (yaitu berbagai najis termasuk air kencing dan selainnya) maupun batin seperti keaiban-keaiban dan berbagai kemaksiatan. Adapun secara syar’i pengertiannya ialah hilangnya perkara yang menghalangi sahnya sholat, seperti hadats atau najis. Sedangkan menghilangkan hadats atau najis itu dengan air atau debu. (Al-Mughni 1/21 - Shohih Fiqhussunnah 1/70)
Hukum Ath-Thoharoh

Mensucikan diri dari najis dan menghilangkannya adalah wajib selama dia sadar dan memiliki kemampuan. Ketentuan ini berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala:


وثيابك فطهر

“Dan bersihkanlah pakaianmu.” (Al-Muddattsir: 4)


أن طهرا بيتي للطائفين والعاكفين والركع السجود

“Bersihkanlah rumah-Ku (ka’bah) untuk orang-orang yang thowaf, orang-orang yang i’tikaf, orang-orang yang ruku dan sujud.” (Al-Baqoroh: 125)

Adapun mensucikan diri dari najis sebelum menunaikan sholat adalah perkara yang diwajibkan secara berkesinambungan. Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam:

“Sholat itu tidak akan diterima jika tanpa bersuci (dari najis).” (HR. Muslim 224)

Keutamaan Ath-Thoharoh dan Kedudukannya dalam Syariat

1. Thoharoh separuh iman

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, “Bersuci itu separuh dari keimanan.” (HR. Muslim 223)

2. Thoharoh syarat sahnya sholat, sebagaimana sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam:

“Allah tidak menerima sholat salah seorang dari kalian yang berhadats hingga ia berwudhu’.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhori 135 dan Muslim 225)

“Kuncinya sholat adalah bersuci, dan pengharomannya ialah takbir (yakni pada saat takbir permulaan sholat dilarang berbicara), dan penghalalannya ialah salam (boleh berbicara setelah berakhirnya sholat dengan mengucapkan salam).” (HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata, "Hadits ini paling shohih dan paling baik dalam bab ini")

3. Allah memuji orang-orang yang suka bersuci

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dan orang-orang yang suka bersuci.” (Al-Baqoroh: 222)

Allah juga memuji orang-orang yang ada di masjid Quba’:

“Di dalam masjid itu ada orang-orang yang senang mensucikan diri, dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang senang mensucikan diri.” (At-Taubah: 108)

4. Teledor dalam bersuci mengakibatkan azab kubur

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan orang yang tidak bersih dari air kencingnya ketika menyebok. (HR. Abu Dawud 20, An-Nasa’i 31, 2069 Ibnu Majah 347 dengan sanad yang shahih)

Maka orang-orang yang menganggap remeh perkara thohroh ini hanya berasal dari orang-orang yang jahil (bodoh) tentang syariat.

Cara Berthoharoh

Cara menghilangkan hadats yakni dengan menggunakan air yang diratakan pada seluruh badan dan disertai niat. Ketentuan ini berlaku pada hadats akbar (besar). Sedangkan dalam hadats asghar (kecil) menghilangkannya cukup dengan membasuh anggota-anggota wudhu’. Namun jika tidak menemukan air dan kesulitan untuk mendapatkannya, maka hadats tersebut bisa dihilangkan dengan sesuatu yang dapat menggantikan kedudukan air seperti debu dengan sifat tertentu (Mulakhoshul Fiqhiy hal.16)

Jadi bila bagian anggota tubuh terkena benda najis, maka cukup menghilangkannya dengan air sebagai alat untuk bersuci, sehingga tanda-tanda najis yang meliputi warna, bau dan rasanya hilang. Sebagaimana firman Allah:

“Dan Allah turunkan air dari langit kepada kalian agar Dia mensucikan kalian dengannya dari najis dan agar menghilangkan was-was syaithan.” (Al-Anfal: 11)

Dan yang dikatakan air di sini ialah air yang suci dari najis yakni tidak terdapat padanya warna, rasa atau bau najis (Riwayat Al-Baihaqi dalan “Sunanul Kubro” 1/260) serta dapat mensucikan. Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khon menegaskan bahwa tidak ada perselisihan di antara Ulama bahwa air mutlak itu (air dalam keadaan aslinya) suci dan mensucikan. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah serta ijma’ dan menurut hukum asal.” (Ar-Roudhotun Nadiyah 1/53)

Adapun mencuci bejana yang dijilat anjing, maka ada cara pencucian khusus dan tidak sekedar membilasnya dengan air. Hal itu diterangkan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam:

“Sucinya bejana salah seorang dari kalian apabila anjing menjulurkan lidah di dalamnya dan menggerak-gerakannya, maka dicuci (bejana tersebut) sebanyak tujuh kali, dan diawali pencuciannya itu dengan debu.” (HR. Muslim 279)

Namun bila anjing itu menjilat selain tempat air, maka tidak perlu melakukan cara pencucian khusus seperti di atas, cara mencucinya sama seperti memberishkan benda najis yang lain.. (Al-Muhalla 1/120 masalah ke 127)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar