Kamis, 24 Desember 2015

Catatan untuk Syaikh Hisyam Kabbani yang Menganjurkan Perayaan Maulid Nabi

Bagaimana pandangan Ustadz mengenai ulasan Syaikh Hisyam Kabbani yang mengklaim firman Allah, “Katakanlah kepada mereka, jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian” sebagai dalil syar'i perayaan maulid? Menurut beliau memperingati hari kelahiran Nabi atau mauludan didorong oleh perintah mencintai, menaati dan mengikuti contoh beliau, dan juga disebutkan olehnya bukti-bukti yang lain. Mohon pencerahannya Ustadz? 

Jawab: Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani adalah seorang penganut tarekat Shufi yang aqidahnya menyelisihi aqidah Salaf. Tak heran jika beliau menganjurkan amalan-amalan bid’ah seperti maulid Nabi dengan dalih cinta kepada beliau shollallahu ‘alaihi wasallam.

Semua alasan yang disebutkan oleh Syaikh Hisyam Kabbani sebetulnya tak lebih dari sekedar pembenaran atas aqidah bid’ah yang dianutnya dengan pendalilan yang salah.

Para ahli sejarah telah menyebutkan, “Bahwa perayaan maulid Nabi pertama kali diadakan oleh daulah Syiah Fathimiyyah di abad ke 4 hijriyah. Mereka tidak hanya membikin perayaan maulid Nabi, tetapi juga maulid ‘Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain serta maulid para raja yang berkuasa saat itu" (Al-Ibda’ Fi Mudhoril Ibtida')

Jadi ritual maulid sesungguhnya tidak pernah dikenal oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, para shohabat, tabi'in, tabi'it tabi’in, termasuk para imam madzhab yang empat. Pada prinsipnya, jika amalan itu baik tentu para shohabat Nabi telah mendahului kita dalam mencontohkan dan mengamalkannya.

Tidak syak lagi, para shohabat adalah pihak yang paling mencintai, meneladani dan paling mengikuti Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi mereka sama sekali tidak pernah merayakan maulid Nabi sepeninggal beliau. Lantas apakah kecintaan kita lebih besar dan lebih murni ketimbang kecintaan para Shohabatnya sehingga berani mengada-ada perayaan yang tidak ada contohnya?

Adapun ayat ke 31 dari surat Al-'Imron yang dikutip oleh Syaikh Hisyam itu justru sebagai bukti konkret bahwa orang-orang yang merayakan maulid tidak mencintai Allah, karena mereka tidak mengikuti cara Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan cara para shohabatnya dalam menghormati dan mencintai beliau.

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri ketika menyinggung ayat tersebut berkata, “Masalahnya itu bukan bagaimana engkau menyinta (yakni mengaku cinta kepada Allah), tetapi bagaimana supaya engkau dicinta (oleh Allah).”

Syaikh Sulaiman bin Abdillah Alu Syaikh menjelaskan, "Kebanyakan manusia mengaku cinta kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam lebih dari siapapun. Maka pengakuan itu haruslah disertai tashdiq (pembenaran) dengan amal dan meneladani beliau. Jika tidak, maka itu hanyalah pengakuan dusta! Karena Al-Qur'an telah menegaskan bahwa kecintaan dalam hati mengonsekuensikan amalan secara lahir. Sebagaimana firman Allah, "Katakanlah hai Muhammad, "Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku." (Taisirul 'Azizil Hamid)

Maka cinta kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam haruslah dengan cara yang diajarkan oleh beliau dalam sunnahnya. Sementara pihak yang paling mengerti bagaimana cara mencintai dan menghormati Nabi shollallahu 'alaihi wasallam hanyalah para shohabatnya. 

Sungguh tepat apa yang diungkapkan oleh penyair, "Semua orang boleh saja mengaku punya hubungan dengan si Laila, namun ternyata si Laila mengingkarinya." Wa billahit tawfiq.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar