Minggu, 08 November 2015

Kaidah Fiqh, "Al-Yaqiin Laa Yazuulu bis Syakk"

Kaidah Fiqh, "Al-Yaqiin Laa Yazuulu bis Syakk"

اليقين لا يزول بالشك 

"Sesuatu yang meyakinkan tidak dapat digugurkan hanya karena keragu-raguan."

Al-Imam Al-Qarafi Al-Maliki رحمه الله menyampaikan:

فهذه قاعدة مجمع عليها وهي أن كل مشكوك فيه يجعل كالمعدوم الذى يجزم بعدمه 

“Kaidah ini telah disepakati oleh para Ulama, yakni setiap hal yang diragukan statusnya dianggap seperti tidak ada secara pasti.” (Al-Furuq 1/111) 

Dalil kaidah ini adalah riwayat yang menyebutkan, "Seseorang datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia merasakan seolah-olah kentut dalam shalatnya. Maka beliau bersabda, “Janganlah dia batalkan shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 

Artinya keraguan semata yang dirasakan (seolah-olah kentut) tidaklah dapat menjadi patokan untuk menggugurkan sesuatu yang statusnya meyakinkan (wudhu yang sah). Maka janganlah ia batalkan shalatnya sampai terjadi sesuatu yang meyakinkan pula (yaitu benar-benar mendengar suara kentut atau mencium baunya). Karena dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa syaithan membikin was-was kepada orang yang shalat dengan meniup-niup lubang duburnya. 

Kaidah yang agung ini juga berlaku dalam kasus-kasus yang serupa, termasuk dalam bab memvonis kafirnya seorang Muslim. Yakni seorang Muslim yang tetap keislamannya secara meyakinkan, tidak boleh divonis kafir kecuali dengan alasan yang meyakinkan pula. Dengan kata lain seorang Muslim tidak boleh divonis kafir hanya atas dasar asumsi atau dugaan semata. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله menyampaikan:

وليس لأحد أن يكفر أحدًا من المسلمين وإن أخطأ وغلط حتي تقام عليه الحجة وتبين له المحَجَّة، ومن ثبت إسلامه بيقين لم يزل ذلك عنه بالشك، بل لا يزول إلا بعد إقامة الحجة وإزالة الشبهة

“Dan tidak boleh bagi seseorang mengkafirkan seorang Muslim yang berbuat salah dan keliru sampai ditegakkan padanya hujjah serta dijelaskan kepadanya bukti. Maka barangsiapa yang telah pasti keislamannya secara meyakinkan, tidaklah dianggap gugur hanya karena penilaian yang berpijak dari asumsi belaka. Bahkan status keislamannya tetap sah kecuali setelah ditegakkan kepadanya hujjah dan dihilangkan darinya syubhat.” (Majmu’ Fatawa 12/466)

Alhasil faidah dari mengkaji kaidah fiqh ini adalah agar kita selamat dari segala bentuk was-was, tidak berlebih-lebihan dan beramal di atas dasar keyakinan yang pasti. Wa billahit tawfiq.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar