Minggu, 08 November 2015

Butuhnya Sifat Tawadhu' (Rendah Hati)

Ketawadhu’an (rendah hati) serta menjauhkan diri dari takabbur (keangkuhan) dan besar diri adalah perkara yang dituntut dalam pergaulan. Sifat tawadhu’, kelemah-lembutan akan melanggengkan hubungan di antara ikhwan serta menguatkan tali persaudaraan di antara mereka. Adapun keangkuhan, congkak dan menganggap diri besar adalah sebab-sebab yang menimbulkan permusuhan, percekcokan serta memutus tali persaudaraan.

Oleh sebab itu, ketawadhu’an merupakan perkara yang dituntut oleh agama ini dan diperintahkan. Sebaliknya, kecongkakan dan keangkuhan adalah perkara yang tercela dan dilarang.

Dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda:


إن الله أوحى إليَّ أن تواضعوا حتى لا يفخر أحدٌ على أحدٍ ولا يبغِ أحدٌ على أحدٍ

“Sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu kepadaku agar memiliki ketawadhu’an, sehingga seseorang tidak menyombongkan dirinya dan melampaui batas atas yang lain.” (HR. Muslim 2865, Abu Dawud 4895, Ibnu Majah 4179)

Maka sifat congkak atau kesombongan adalah jalan yang mengantarkan seseorang kepada kezaliman, permusuhan serta sikap melampaui batas.

Tidak diragukan lagi bahwa manusia memiliki keutamaan yang berbeda-beda dalam hal kedudukan, nasab maupun harta. Itu semua merupakan sunnatullah yang Allah tetapkan di antara makhluk-Nya dengan hikmah-Nya yang Mahasempurna. Kendati demikian, segala keutamaan tersebut bukanlah menjadi alasan bagi seseorang untuk merasa besar diri atas yang lainnya. Akan tetapi, jika berbagai keutamaan yang Allah berikan itu diiringi dengan sifat ketawadhu’an karena Allah, berlemah lembut serta ramah terhadap saudaranya maka yang demikian akan semakin menambah ketinggian derajat ia di sisi Allah, dan manusia akan menerima dirinya.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda:


وما تواضع أحدٌ لله إلا رفعه

“Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Malik 1885, Ahmad 8782, Muslim 2588, At-Tirmidzi 2029, Ad-Darimi 1676 - Faidah dari Kitab "Al-Adab" karya Asy-Syalhub hal. 319)

Ibnu Rajab Al-Hanbali, "Pertanda ilmu yang bermanfaat akan nampak pada diri seseorang manakala ia mengamalkan ilmunya, tidak suka disanjung atau merasa besar diri, semakin tawadhu’ (rendah hati), menjauh dari cinta kepemimpinan, ketenaran, cinta dunia, menghindar untuk mengaku berilmu, berburuk sangka terhadap dirinya dan baik sangka terhadap orang lain.” (Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf hal. 56-57)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar