Senin, 10 Agustus 2015

Tafsir "Ash-Shirothol Mustaqim" (Jalan yang Lurus)


Setiap sholat sehari semalam kita diajari oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam untuk melafalkan:

اهدنا الصراط المستقيم

"(Ya Allah) tunjukilah kami kepada jalan yang lurus."

Maknanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-'Allamah Al-'Utsaimin, "Dalam ayat ini tergabung permohonan dua petunjuk (hidayah). Yakni petunjuk ilmu dan petunjuk beramal dari ilmu yang ia dapat. Petunjuk kedua yang disebut hidayah tawfiq." (Tafsirul Qur'anil Karim - Juz 'Amma)

Petunjuk yang pertama, hampir semua manusia di zaman ini telah mendapatkannya berupa kebenaran ilmu yang datang dari Allah dan Rosul-Nya; berupa petunjuk kepada Islam dan Iman. Sedangkan petunjuk kedua yaitu mengikuti syariat dan mengamalkan ilmu yang sampai kepadanya yang hanya diperoleh oleh orang-orang pilihan. Allah berfirman:

"Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk." (Fusshilat: 17)

Faidah lainnya dari ayat ini bahwa jalan terbagi menjadi dua. Yaitu jalan yang lurus dan jalan yang bengkok. Adapun jalan yang mengantarkan seseorang kepada kebenaran, maka itulah jalan yang lurus, sebagaimana firman Allah ta'ala, "Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia" (Al-An'am: 153). Maka jalan yang bertentangan dengan jalan kebenaran adalah jalan yang bengkok." (Idem)

Oleh sebab itu, membaca ayat ini (surat Al-Fatihah) termasuk rukun sholat. Yakni sholat tidak dianggap sah bila tidak melafalkannya.

Doa dalam ayat ini senantiasa dibaca dalam sholat kita sehari semalam, karena sesungguhnya kebutuhan manusia kepada hidayah Allah melebihi segala kebutuhan lainnya.

Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari (310 H) menyebutkan riwayat dari Abul 'Aliyah Ar-Riyahi (Imam dari kalangan Tabi'in), ia berkata, "Bahwa yang dimaksud "Ash-Shirothol Mustaqim" adalah jalannya Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan kedua Shohabatnya sepeninggal beliau yaitu Abu Bakr dan 'Umar." (Jami'ul Bayan 1/75)

Dengan demikian, jalan yang lurus adalah jalannya Salafussholih. Jalan inilah yang setiap kita dituntut senantiasa memimtanya kepada Allah. Yaitu jalan yang ditempuh oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabatnya. Bukan jalannya ahlul bid'ah yang menyimpang, bukan pula jalannya orang-orang Yahudi yang Allah murkai maupun jalannya orang-orang Nashroni yang sesat.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar