Rabu, 08 Juli 2015

Salafussholih Membantah Ahlul Batil

Membantah ahlul batil dan menyingkap kesesatan mereka termasuk bab utama dari bab-bab jihad. Orang yang menjalankannya sedang menjaga kemurnian agama dari penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, tokoh-tokoh yang sesat dan penafsiran orang-orang yang jahil." (Muqoddimah Manhaj Ahlissunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal - Syaikh Al-'Allamah Robi’ bin Hadi Al-Madkholi)

Andaisaja Allah tidak menggerakkan ahlul hadits untuk menjaga agama-Nya, tentu para pengusung kesyirikan, pengusung bid’ah dan penyimpangan akan leluasa membuat kerusakan dalam agama. Sebab itu orang yang membantah ahlul bid’ah termasuk mujahid di jalan Allah, bahkan termasuk jihadnya para khowash (orang-orang khusus). 

Berikut kami bawakan perkataan-perkataan para Ulama Salaf yang menjelaskan kedudukan ahlul bid'ah dan membantah pemikiran mereka:

Al-Imam Yahya bin Yahya At-Tamimi berkata, “Membela sunnah lebih utama dari jihad berperang di jalan Allah.” (Majmu’ Fatawa 4/31)

Al-Imam Al-Humaidi berkata, “Demi Allah! Aku berperang (dengan hujjah) menghadapi mereka orang-orang yang menentang hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam lebih aku sukai,ketimbang aku berperang melawan orang-orang kafir.” (Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar hal. 119)

Al-Hasan Al-Bashri dan Ibrohim An-Nakho’i berkata, “Tak ada kehormatan bagi ahlul batil untuk mengghibahinya.” (Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah Al-Lalaka’i 1/140)

Makki bin Ibrohim berkata, “Dahulu Syu’bah pernah mendatangi ‘Imron bin Hudair, ia berkata, “Mari kita berghibah karena Allah!” (Al-Majruhin 1/25)

Al-Imam Asy-Syafi’i berkata, “Cukuplah kalian dari haditsnya si Fulan”, dan “Jangan kalian menerima haditsnya si Fulan”, ucapan ini tidak termasuk ghibah. (Ma’rifatus Sunan wal Atsar 1/148)

Ketika Imam Ahmad berkata, “Fulan dho'if (lemah), Fulan tsiqoh (terpercaya)”, maka Abu Turob menimpali, “Jangan engkau mengghibahi Ulama!”, lalu Imam Ahmad menoleh kepadanya dan berkata, “Celaka engkau! Ini adalah nasehat, bukan ghibah!” (Tarikh Al-Khothib 12/316)

Al-Imam Ahmad, “Jika engkau diam dan akupun diam lantas kapan orang yang jahil (tidak berilmu) akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah!” (Majmu’ Fatawa 28/231)

Begitulah sikap para Ulama Salaf dalam menyikapi ahlul batil. Semua itu dalam rangka “At-Tashfiyah” yakni pemurnian agama dari polusi-polusi yang mengotorinya.

Kendati demikian, tidak berarti setiap orang boleh masuk dalam bab ini, karena hal ini hanya dijalankan bagi orang-orang yang memiliki kemantapan ilmu, manhaj, aqidah maupun sifat waro’-nya dalam beragama.

Al-‘Allamah Abu Sinan Zaid bin Sinan Al-Asadi berkata, “Jika seorang tholibul ‘ilmi sebelum mempelajari masalah agama ini lantas dia sibuk mempelajari celaan terhadap manusia, maka kapan ia akan berhasil?!” (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik 2/14 – Al-Qodhi ‘Iyadh)

Syaikh Al-'Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i menasehatkan, “Janganlah kalian sibuk membantah mereka (hizbiyyun), karena engkau adalah tholibul ‘ilm yang membutuhkan tambahan ilmu. Bila engkau sibuk dengan masalah itu, niscaya engkau akan terlalaikan dari menghaqal quran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat.” (Ghorotul Asyrithoh 1/73)

Selama tahdzir dan bantahan itu ilmiyyah bersumber dari para ahlinya, niscaya tidak akan menimbulkan kesimpangsiuran maupun fitnah. Begitu pula dalam membantah kebatilan ada tingkatan-tingkatannya, tidak semuanya harus diserahkan kepada para Ulama.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar